Good corporate
governance (GCG) secara definitif merupakan sistem
yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value
added) untuk semua stakeholder (Monks,2003). Ada dua hal yang ditekankan
dalam konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh
informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan
untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu,
transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan
stakeholder. Ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep good
corporate governance, (Kaen, 2003; Shaw, 2003) yaitu fairness, transparency,
accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut
penting karena penerapan prinsip good corporate governance secara
konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat
menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan
keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.
Konsep good
corporate governance baru populer di Asia. Konsep ini relatif berkembang
sejak tahun 1990-an. Konsep good corporate governance baru dikenal di
Inggris pada tahun 1992. Negara-negara maju yang tergabung dalam kelompok OECD
(kelompok Negara-negara maju di Eropa Barat dan Amerika Utara) mempraktikkan
pada tahun 1999.
Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
Secara umum
terdapat lima prinsip dasar dari good corporate governance yaitu:
1. Transparency
(keterbukaan
informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan
dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai
perusahaan.
2. Accountability
(akuntabilitas),
yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ
perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
3. Responsibility
(pertanggungjawaban),
yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip
korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
4. Independency
(kemandirian),
yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa
benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak
sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
5. Fairness
(kesetaraan
da kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder
yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang
berlaku.
Esensi dari corporate
governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau
pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap
pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang
berlaku.
Tahap-tahap Penerapan Good Corporate Governance
Dalam
pelaksanaan penerapan GCG di perusahaan adalah penting bagi perusahaan untuk
melaku kan pentahapan yang cermat berdasarkan analisis atas situasi dan
kondisi perusahaan, dan tingkat kesiapannya, sehingga penerapan GCG dapat
berjalan lancar dan mendapatkan dukungan dari seluruh unsur di dalam
perusahaan.
Pada umumnya
perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan GCG menggunakan tahapan
berikut (Chinn, 2000; Shaw,2003).
1. Tahap
Persiapan
Tahap
ini terdiri atas 3 langkah utama: 1) awareness building, 2) GCG assessment,
dan 3) GCG manual building. Awareness building merupakan langkah
awal untuk membangun kesadaran mengenai arti penting GCG dan komitmen bersama
dalam penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga
ahli independen dari luar perusahaan. Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui seminar,
lokakarya, dan diskusi kelompok. GCG Assessment merupakan upaya untuk mengukur
atau lebih tepatnya memetakan kondisi perusahaan dalam penetapan GCG saat ini.
Langkah ini perlu guna memastikan titik awal level penerapan GCG dan untuk
mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat guna mempersiapkan infrastruktur
dan struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan GCG secara efektif. Dengan
kata lain, GCG assessment dibutuhkan untuk mengidentifikasi aspekaspek apa
yang perlu mendapatkan perhatian terlebih dahulu, dan langkah-langkah apa yang
dapat diambil untuk mewujudkannya. GCG manual building, adalah langkah
berikut setelah GCG assessment dilakukan. Berdasarkan hasil pemetaan
tingkat kesiapan perusahaan dan upaya identifikasi prioritas penerapannya,
penyusunan manual atau pedoman implementasi GCG dapat disusun.
Penyusunan manual dapat dilakukan
dengan bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Manual ini dapat
dibedakan antara manual untuk organ-organ perusahaan dan manual untuk
keseluruhan anggota perusahaan, mencakup berbagai aspek seperti:
a.
Kebijakan GCG perusahaan
b.
Pedoman GCG bagi organ-organ perusahaan
c.
Pedoman perilaku
d.
Audit commitee charter
e.
Kebijakan disclosure dan
transparansi
f.
Kebijakan dan kerangka manajemen resiko
g.
Roadmap implementasi
2. Tahap
Implementasi
Setelah
perusahaan memiliki GCG manual, langkah selanjutnya adalah memulai implementasi
di perusahaan. Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama yakni:
a. Sosialisasi,
diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh perusahaan berbagai aspek yang terkait
dengan implementasi GCG khususnya mengenai pedoman penerapan GCG. Upaya sosialisasi
perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang dibentuk untuk itu, langsung
berada di bawah pengawasan direktur utama atau salah satu direktur yang
ditunjuk sebagai GCG champion di perusahaan.
b. Implementasi,
yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman GCG yang ada, berdasar roadmap
yang telah disusun. Implementasi harus bersifat top down approach yang
melibatkan dewan komisaris dan direksi perusahaan. Implementasi hendaknya
mencakup pula upaya manajemen perubahan (change management) guna mengawal
proses perubahan yang ditimbulkan oleh implementasi GCG.
c. Internalisasi,
yaitu tahap jangka panjang dalam implementasi. Internalisasi mencakup upaya-upaya
untuk memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses bisnis perusahaan kerja, dan berbagai
peraturan perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa penerapan GCG
bukan sekedar dipermukaan atau sekedar suatu kepatuhan yang bersifat superficial,
tetapi benar-benar tercermin dalam seluruh aktivitas perusahaan.
3. Tahap
Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu
dilakukan secara teratur dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana
efektivitas penerapan GCG telah dilakukan dengan meminta pihak independen melakukan
audit implementasi dan scoring atas praktik GCG yang ada. Terdapat
banyak perusahaan konsultan yang dapat memberikan jasa audit yang demikian, dan
di Indonesia ada beberapa perusahaan yang melakukan scoring. Evaluasi dalam
bentuk assessment, audit atau scoring juga dapat dilakukan secara
mandatory misalnya seperti yang diterapkan di lingkungan BUMN. Evaluasi
dapat membantu perusahaan memetakan kembali kondisi dan situasi serta capaian
perusahaan dalam implementasi GCG sehingga dapat mengupayakan
perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi yang diberikan.
PENGEMBANGAN PROGRAM ETIKA
Dalam
menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain
ialah:
1. Pengendalian
diri
2. Pengembangan
tanggung jawab sosial (social responsibility)
3. Mempertahankan
jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan
informasi dan teknologi
4. Menciptakan
persaingan yang sehat
5. Menerapkan
konsep “pembangunan berkelanjutan"
6. Menghindari
sifat curang
7. Mampu
menyatakan yang benar itu benar
8. Menumbuhkan
sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha
kebawah
9. Konsekuen
dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
10. Menumbuhkembangkan
kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
11. Perlu
adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang
berupa peraturan perundang-undangan
Hal
tersebut menjamin
kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi"
terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan
tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah
dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan
globalisasi dimuka bumi ini.
Menurut Murphy, tiga pendekatan yang dapat diterapkan untuk
menanamkan prinsip-prinsip etika ke dalam bisnis, yaitu:
a) Credo perusahaan yang
mendefinisikan dan mengarahkan kepada nilai-nilai perusahaan. Credo adalah pernyataan
ringkas dari penyerapan nilai-nilai suatu perusahaan, Credo dapat
diinterpretasikan dengan simple sebagai sebuah pernyataan misi dari
organisasional, bukan sebagai sebuah dokumen, Credo tidak dapat didudukkan
dalam waktu yang cukup lama sehingga belum dapat dinilai.
b)
Program etika dimana
perusahaan berfokus pada isu-isu etika
Program etika menyediakan petunjuk yang lebih detail untuk menyelesaikan
masalah etika yang potensial daripada credo umum.
Kode etik yang
memberikan panduan spesifik untuk karyawan di area bisnis fungsional. Kode
etika adalah mekanisme structural perusahaan yang digunakan sebagai tanda
komitmen mereka terhadap prinsip-prinsip etika. Mekanisme dirasakan sebagai
cara yang paling efektif untuk mendukung kebiasaan etika bisnis. Kode etika
biasanya membahas isu-isu seperti konflik kepentingan, kompetitor, privasi,
pemberian dan penerimaan pemberian, dan kontribusi politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar