Resiko Etika
merupakan suatu kemungkinan dilanggarnya etika yang disebabkan oleh
ketidakmampuan perusahaan atau institusi dalam memenuhi harapan
stakeholder. Supaya suatu organisasi tetap dapat bertahan hidup,
perusahaan dan professional wajib menjalankan manajemen resiko etika.
Secara singkat, pengertian manajemen resiko etika adalah tata kelola
yang menjunjung kode etik sehingga dapat meminimalisasi ketidakmampuan
perusahaan memenuhi harapan stakeholder. Ragam resiko etika dalam
kaitannya dengan stakeholder :
Harapan
stakeholder yang tidak dapat dipenuhi
|
Resiko Etika
|
Pemegang
saham.
-Adanya
perilaku penggelapan dana dan asset
-Adanya
konflik kepentingan dengan para eksekutif perusahaan
-Tingkatan
performa perusahaan yang tidak sesuai dengan
keinginan para pemegang saham.
-Keakuratan
dan transparasi laporan keuangan.
|
Kejujuran dan
integritas. Pertanggung jawaban yang dapat diprediksi.
Kejujuran dan pertanggung
jawaban.
Kejujuran dan
Integritas.
|
Karyawan
-Keamanan
Kerja
-Pembedaan
-Mempekerjakan
anak dibawah umur dan pemerasan tenaga buruh.
|
Kewajaran
Keadilan
Keadilan dan
perlakuan kasih saying
|
Pelanggan
-Keamanan Produk
-Performa Perusahaan
|
Keterbukaan.
Kewajaran.
|
Lingkungan
-Terciptanya
Polusi
|
Integritas dan
Pertanggungjawaban.
|
Dengan adanya
resiko etika tersebut, maka manajemen perlu menerapkan pengelolaan atau
manajemen yang berfokus pada pemenuhan kepentingan stakeholder.
MANAJEMEN RESIKO ETIKA
Dalam menerapkan
manajemen resiko etika, terdapat beberapa tahapan yang dapat dilakukan
oleh para investigator perusahaan, yaitu:
1. Mengidentifikasi dan Menilai Resiko Etika
Identifikasi Penilaian resiko etika dibagi menjadi beberapa tahap:
a) Melakukan penilaian dan identifikasi para stakeholder perusahaan.
Tahap ini
investigator manajemen membuat daftar mengenai siapa dan apa saja para
stakeholder yang berkepentingan beserta harapan mereka. Setelah
mengetahui siapa saja para stakeholder dan apa kepentingannya serta
harapan mereka, maka manajemen dapat melakukan penilaian dalam pemenuhan
harapan stakeholder. Investigator hendaknya memiliki pemahaman mengenai
bentuk kepentingan stakeholder mana saja yang sensitif dan penting, dan
kenapa hal itu penting bagi stakeholder
b)
Mempertimbangkan kemampuan aktivitas perusahaan dengan ekspektasi
stakeholder, dan menilai risiko ketidak sanggupan dalam memenuhi
ekspektasi stakeholder atau menilai adanya kemungkinan peluang untuk
berprestasi lebih dari yang diharapkan.
Saat
mempertimbangkan apakah ekspektasi telah terpenuhi, maka manajemen wajib
membuat perbandingan di antara input, output, kualitas relevan dan
variabel kinerja lainnya.
c) Meninjau ulang perbandingan akitivitas dan ekspektasi perusahaan dari perspektif dampak reputasi perusahaan.
Reputasi tergantung
pada empat faktor, yaitu kejujuran, kredibilitas, reliabilitas, dan
tanggung jawab. Faktor-faktor tersebut bisa menjadi kerangka kerja dalam
melakukan perbandingan.
d) Melakukan pelaporan.
Setelah tahap
ketiga selesai, maka manajemen dapat menyiapkan laporan kepada
masing-masing stakeholder. Laporan tersebut harus dibuat dengan
mempertimbangkan kelompok stakeholder, produk atau jasa, tujuan
perusahaan, nilai-nilai hypernorm, dan elemen-elemen penentu reputasi.
2. Penerapan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan stakeholder.
Pendekatan yang
dapat diterapkan adalah berfokus pada kemungkinan apakah para
stakeholder tersebut bisa dengan mudah bekerja sama dengan perusahaan
ataukah cenderung sulit bekerja sama dan menjadi ancaman bagi
perusahaan.
3. Akuntabilitas sosial dan audit.
Audit dan
akuntabilitas sosial dimaksudkan untuk mereview perkembangan yang
harusnya terbukti benar dalam memutuskan apa yang harus diukur,
pelaporan pihak lain, dan langkah audit yang mungkin diambil untuk
memastikan akurasi informasi yang dihasilkan dan dilaporkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar