Sebagian
besar pekerjaan auditor independen dalam rangka memberikan pendapat
atas laporan keuangan terdiri dari usaha untuk mendapatkan dan
mengevaluasi bukti audit. Ukuran keabsahan (validity) bukti tersebut
untuk tujuan audit tergantung pada pertimbangan auditor independen,
dalam hal ini bukti audit (audit evidence) berbeda dengan bukti hukum
(legal evidence) yang diatur secara tegas oleh peraturan yang ketat.
Bukti audit sangat bervariasi pengaruhnya terhadap kesimpulan yang
ditarik oleh auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas
laporan keuangan auditan. Relevansi, objektivitas, ketepatan waktu, dan
keberadaan bukti audit lain yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya
berpengaruh terhadap kompetensi bukti.
Sifat Asersi
Asersi
(assertion) adalah pernyataan manajemen yang terkandung di dalam
komponen laporan keuangan. Pernyataan tersebut dapat bersifat implisit
atau eksplisit serta dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Keberadaan atau keterjadian (existence or occurrence).
Asersi
tentang keberadaan atau keterjadian berhubungan dengan apakah aktiva
atau utang entitas ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang
dicatat telah terjadi selama periode tertentu. Sebagai contoh, manajemen
membuat asersi bahwa sediaan produk jadi yang tercantum dalam neraca
adalah tersedia untuk dijual. Begitu pula, manajemen membuat asersi
bahwa penjualan dalam laporan laba-rugi menunjukkan pertukaran barang
atau jasa dengan kas atau aktiva bentuk lain (misalnya piutang) dengan
pelanggan.
2. Kelengkapan (completencess).
Asersi
tentang kelengkapan berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun
yang seharusnya disajikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan di
dalamnya. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa seluruh
pembelian barang dan jasa dicatat dan dicantumkan dalam laporan
keuangan. Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa utang usaha di
neraca telah mencakup semua kewajiban entitas.
3. Hak dan kewajiban (right and obligation).
Asersi
tentang hak dan kewajiban berhubungan dengan apakah aktiva merupakan
hak entitas dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal
tertentu. Sebagai contoh, manajemen membuat asersi bahwa jumlah sewa
guna usaha (lease) yang dikapitalisasi di neraca mencerminkan nilai
pemerolehan hak entitas atas kekayaan yang disewaguna-usahakan (leased)
dan utang sewa guna usaha yang bersangkutan mencerminkan suatu kewajiban
entitas.
4. Penilaian (valuation) atau alokasi
Asersi
tentang penilaian atau alokasi berhubungan dengan apakah
komponen-komponen aktiva, kewajiban, pendapatan dan biaya sudah
dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang semestinya. Sebagai
contoh, manajemen membuat asersi bahwa aktiva tetap dicatat berdasarkan
harga pemerolehannya dan pemerolehan semacam itu secara sistematik
dialokasikan ke dalam periode-periode akuntansi yang semestinya.
Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa piutang usaha yang
tercantum di neraca dinyatakan berdasarkan nilai bersih yang dapat
direalisasikan.
5. Penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure)
Asersi
tentang penyajian dan pengungkapan berhubungan dengan apakah
komponen-komponen tertentu laporan keuangan diklasifikasikan,
dijelaskan, dan diungkapkan semestinya. Misalnya, manajemen membuat
asersi bahwa kewajiban-kewajiban yang diklasifikasikan sebagai utang
jangka panjang di neraca tidak akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun.
Demikian pula, manajemen membuat asersi bahwa jumlah yang disajikan
sebagai pos luar biasa dalam laporan laba rugi diklasifikasikan dan
diungkapkan semestinya.
Kesesuaian dan Kecukupan Bukti
Kecukupan bukti audit lebih berkaitan dengan kuantitas bukti audit. Faktor yang mempengaruhi kecukupan bukti audit terdiri dari:
Materialitas
Auditor
harus membuat pendapat pendahuluan atas tingkat materialitas laporan
keuangan. Ada hubungan terbalik antara tingkat materialitas dan
kuantitas bukti audit yang diperlukan. Semakin rendah tingkat
materialitas, semakin banyak kuantitas bukti yang diperlukan. Tingkat
materialitas yang ditentukan rendah berarti torelable missunderstatement
rendah. Rendahnya salah saji dapat ditoleransi menuntut auditor untuk
menghimpun lebih banyak bukti sehingga auditor yakin tidak ada salah
saji material yang terjadi.
Risiko audit
Ada
hubungan terbalik antara risiko audit dengan jumlah bukti yang
diperlukan untuk mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan.
Rendahnya risiko audit berarti tingginya tingkat kepastian yang diyakini
auditor mengenai ketepatan pendapatnya. Tingginya tingkat kepastian
tersebut menuntut auditor untuk menghimpun bukti yang lebih banyak.
Semakin rendah tingkat risiko audit yang dapat diterima auditor, semakin
banyak bukti audit yang diperlukan.
Faktor-Faktor Ekonomi
Auditor
memilih keterbatasan sumber daya yang digunakan untuk memperoleh bukti
yang digunakan sebagai dasar yang memadai untuk memberikan pendapat atas
kewajaran laporan keuangan. Pelaksanaan audit menghadapi kendala waktu
dan biaya dalam menghimpun bukti. Auditor harus memperhitungkan apakah
setiap tambahan biaya dan waktu untuk menghimpun bukti seimbang dengan
keuntungan atau manfaat yang diperoleh melalui kuantitas dan kuliatas
bukti yang dihimpun.
Ukuran dan Karakteristik Populasi
Auditor
tidak mungkin menghimpun dan mengevaluasi seluruh bukti yang ada untuk
mendukung pendapatnya. Hal tersebut sangat tidak efisien. Pengumpulan
bukti audit pemeriksaan terhadap bukti audit dilakukan atas dasar
sampling.
Ada
hubungan searah antara besarnya populasi dengan besar sampling yang
harus diambil dari populasi tersebut. Semakin besar populasinya, semakin
besar jumlah sampel bukti audit yang harus diambil dari populasinya.
Karakteristik
populasi berkaitan dengan homogenitas atau variabilitas item individual
yang menjadi anggota populasi. Auditor memerlukan lebih banyak sampel
atau informasi yang lebih kuat atau mendukung atas populasi yang
bervariasi anggotanya daripada populasi yang seragam.
Kompetensi Bukti
Untuk
dapat dikatakan kompeten, bukti audit, terlepas bentuknya, harus sah
dan relevan. Keabsahan sangat tergantung atas keadaan yang berkaitan
dengan pemerolehan bukti tersebut. Dengan demikian penarikan kesimpulan
secara umum mengenai dapat diandalkannya berbagai macam bukti audit,
tergantung pada pengecualian penting yang ada. Namun, jika pengecualian
yang penting dapat diketahui, anggapan berikut ini mengenai keabsahan
bukti audit dalam audit, meskipun satu sama lain tidak bersifat saling
meniadakan, dapat bermanfaat:
- Apabila bukti dapat diperoleh dari pihak independen di luar perusahaan, untuk tujuan audit auditor independen, bukti tersebut memberikan jaminan keandalan yang lebih daripada bukti yang diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri.
- Semakin efektif pengendalian intern, semakin besar jaminan yang diberikan mengenai keandalan data akuntansi dan laporan keuangan.
- Pengetahuan auditor secara pribadi dan langsung yang diperoleh melalui inspeksi fisik, pengamatan, perhitungan, dan inspeksi lebih bersifat menyimpulkan dibandingkan dengan yang diperoleh secara tidak langsung.
Kompetensi
atau reliabilitas bahan bukti yang berupa catatan akuntansi berkaitan
erat dengan efektivitas pengendalian internal klien. Semakin efektif
pengendalian intern klien, semakin kompeten catatan akuntansi yang
dihasilkan.
Kompetensi bukti yang berupa informasi penguat tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
Relevansi
Bukti
yang relevan adalah bukti yang tepat digunakan untuk suatu maksud
tertentu. Sebagai contoh pengamatan fisik persediaan yang di auditor
relevan digunakan untuk menentukan keberadaan persediaan. Namun,
pengamatan fisik persediaan tidak relevan digunakan untuk menentukan
apakah persediaan tersebut benar-benar dimiliki perusahaan.
Sumber
Bukti
yang diperoleh auditor secara langsung dari pihak luar perusahaan yang
independen merupakan bukti yang paling dapat dipercaya. Bukti semacam
ini memberikan tingkat keyakinan keandalan yang lebih besar daripada
yang dihasilkan dan diperoleh dari dalam perusahaan.
Ketepatan waktu
Kriteria
ini berhubungan dengan tanggal pemakaian bukti tersebut. Ketepatan
waktu sangat penting terutama dalam verifikasi aktiva lancar, utang
lancar, dan rekening laporan rugi laba terkait karena hasilnya digunakan
untuk mengetahui apakah cutoff telah dilakukan secara tepat.
Objektifitas
Bukti
yang objektif lebih dapat dipercaya dan kompeten daripada bukti
subjektif. Dalam menelaah bukti subjektif, seperti estimasi manajemen,
auditor harus mempertimbangkan kualifikasi dan integritas individu
pembuat estimasi, dan menentukan ketepatan proses pembuatan keputusan
dalam membuat judgement.
Jenis Bukti Audit
Struktur Pengendalian Intern
Struktur
pengendalian intern dapat digunakan untuk mengecek ketelitian dan dapat
dipercayainya data akuntansi. Kuat dan lemahnya struktur pengendalian
intern merupakan indikator utama untuk menentukan jumlah bukti yang
harus dikumpulkan. Oleh karena itu, struktur pengendalian intern
merupakan bukti yang kuat untuk menentukan dapat atau tidaknya informasi
keuangan dipercaya.
Bukti Fisik
Bukti
fisik banyak dipakai dalam verifikasi saldo berwujud terutama kas dan
persediaan. Bukti ini banyak diperoleh dalam perhitungan aktiva
berwujud. Pemeriksaan langsung auditor secara fisik terhadap aktiva
merupakan cara yang paling objektif dalam menentukan kualitas aktiva
yang bersangkutan. Oleh karena itu, bukti fisik merupakan jenis bukti
yang paling bisa dipercaya.
Bukti
fisik diperoleh melalui prosedur auditing yang berupa inspeksi,
penghitungan, dan observasi. Pada umumnya, biaya memperoleh bukti fisik
sangat tinggi. Bukti fisik berkaitan erat dengan asersi keberadaan dan
keterjadian, kelengkapan, dan penilaian atau alokasi.
Catatan Akuntansi
Catatan
akuntansi seperti jurnal dan buku besar, merupakan sumber data untuk
membuat laporan keuangan. Oleh karena itu, bukti catatan akuntansi
merupakan objek yang diperiksa dalam audit laporan keuangan. Ini bukan
berarti catatan akuntansi merupakan objek audit. Objek audit adalah
laporan keuangan. Tingkat dapat dipercayainya catatan akuntansi
tergantung kuat lemahnya struktur pengendalian intern.
Konfirmasi
Konfirmasi
merupakan proses pemerolehan dan penilaian suatu komunikasi langsung
dari pihak ketiga sebagai jawaban atas permintaan informasi tentang
unsur tertentu yang berdampak terhadap asersi laporan keuangan.
Konfirmasi merupakan bukti yang sangat tinggi reliabilitasnya karena
berisi informasi yang berasal dari pihak ketiga secara langsung dan
tertulis. Konfirmasi sangat banyak menghabiskan waktu dan biaya.
Ada tiga jenis konfirmasi yaitu:
- Konfirmasi positif, merupakan konfirmasi yang respondennya diminta untuk menyatakan persetujuan atau penolakan terhadap informasi yang ditanyakan.
- Blank confirmation, merupakan konfirmasi yang respondenya diminta untuk mengisikan saldo atau informasi lain sebagai jawaban atas suatu hal yang ditanyakan.
- Konfirmasi negatif, merupakan konfirmasi yang respondenya diminta untuk memberikan jawaban hanya jika ia menyatakan ketidaksetujuannya terhadap informasi yang ditanyakan.
Bukti Dokumenter
Bukti
dokumenter merupakan bukti yang penting dalam audit. Menurut sumber dan
tingkat kepercayaan bukti, bukti dokumenter dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
- Bukti dokumenter yang dibuat oleh pihak luar dan dikirim kepada auditor secara langsung.
- Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor melalui klien.
- Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan oleh klien.
Bukti
dokumenter antara lain meliputi notulen rapat, faktur penjualan,
rekening koran bank, dan bermacam-macam kontrak. Reliabilitas bukti
dokumenter tergantung sumber dokumen, cara memperoleh bukti, dan sifat
dokumen itu sendiri. Sifat dokumen mengacu tingkat kemungkinan
terjadinya kesalahan atau kekeliruan yang mengakibatkan kecacatan
dokumen.
Bukti Surat Pernyataan Tertulis
Surat
pernyataan tertulis merupakan pernyataan yang ditandatangani seorang
individu yang bertanggungjawab dan berpengatahuan mengenai rekening,
kondisi, atau kejadian tertentu. Bukti suatu pernyataan tertulis dapat
berasal dari manajemen atau organisasi klien maupun sumber eksternal
termasuk bukti dari spesialis. Representasi tertulis yang dibuat oleh
manajemen merupakan bukti yang berasal dari organisasi klien. Surat
pernyataan konsultan hukum klien, ahli teknik yang berkaitan dengan
kegiatan teknik operasional organisasi klien merupakan bukti yang
berasal dari pihak ketiga.
Penghitungan Kembali sebagai Bukti Matematis
Bukti
matematis diperoleh auditor melalui penghitungan kembali oleh auditor.
Penghitungan yang di auditor merupakan bukti audit yang bersifat
kuantitatif dan matematis. Bukti ini dapat digunakan untuk membuktikan
ketelitian catatan akuntansi klien.
Bukti Lisan
Auditor
dalam melaksanakan tugasnya banyak berhubungan dengan manusia sehingga
ia mempunyai kesempatan untuk mengadakan pengajuan pertanyaan lisan.
Masalah yang dapat ditanyakan antara lain meliputi kebijakan akuntansi,
lokasi dokumen dan catatan, pelaksanaan prosedur akuntansi yang tidak
lazim, kemungkinan adanya utang bersyarat maupun piutang yang sudah lama
tidak ditagih. Jawaban atas pertanyaan yang dinyatakan merupakan bukti
lisan. Bukti lisan harus dicatat dalam kertas kerja audit.
Bukti Analitis dan Perbandingan
Bukti
analitis mencakup penggunaan rasio dan perbandingan data klien dengan
anggaran atau standar prestasi, trend industri dan kondisi ekonomi umum.
Bukti analitis menghasilkan dasar untuk menentukan kewajaran suatu pos
tertentu dalam laporan keuangan. Keandalan bukti analitis sangat
tergantung pada relevansi data pembanding.
Bukti
analitis meliputi juga perbandingan atas pos-pos tertentu antara
laporan keuangan tahun berjalan dengan laporan keuangan tahun-tahun
sebelumnya. Perbandingan ini dilakukan untuk meneliti adanya perubahan
yang terjadi, dan untuk menilai penyebabnya. Bukti-bukti ini dikumpulkan
pada awal audit untuk menentukan objek pemeriksaan yang memerlukan
pemeriksaan yang lebih mendalam.
Penilaian Bukti
Dalam
menilai bukti audit, auditor harus mempertimbangkan apakah tujuan audit
tertentu telah tercapai. Auditor harus secara mendalam mencari bukti
audit dan tidak memihak (bias) dalam mengevaluasinya. Dalam merancang
prosedur audit untuk memperoleh bukti kompeten yang cukup, auditor harus
memperhatikan kemungkinan laporan keuangan tidak disajikan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Dalam
merumuskan pendapatnya, auditor harus mempertimbangkan relevansi bukti
audit, terlepas apakah bukti audit tersebut mendukung atau berlawanan
dengan asersi dalam laporan keuangan. Bila auditor masih tetap ragu-ragu
untuk mempercayai suatu asersi yang material, maka ia harus
menangguhkan pemberian pendapatnya sampai ia mendapatkan bukti kompeten
yang cukup untuk menghilangkan keraguannya, atau ia harus menyatakan
pendapat wajar dengan pengecualian atau menolak memberikan pendapat.
B. PROSEDUR DAN DOKUMENTASI AUDIT
1. Jenis Prosedur Substantif
Jika
tingkat risiko deteksi yang dapat diterima rendah, maka auditor harus
menggunakan prosedur yang lebih efektif yang biasanya juga lebih mahal.
Ada tiga tipe pengujian substantif yang dapat digunakan, yaitu:
Pengujian rinci atau detail saldo
Metodologi
yang digunakan oleh auditor untuk merancang pengujian detail saldo akun
beorientasi pada tujuan spesifik audit. Pengujian detail saldo akun
yang direncanakan harus memadai untuk memenuhi setiap tujuan spesifik
audit dengan memuaskan.
Metodologi perancangan pengujian detail saldo meliputi empat tahapan, yaitu:
a) Menilai materialitas dan risiko bawaan suatu akun.
b) Menetapkan risiko pengendalian.
c) Merancang pengujian transaksi dan prosedur analitis.
d) Merancang pengujian detail saldo untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit secara memuaskan.
Metodologi
yang digunakan untuk merancang pengujian detail saldo tersebut, adalah
sama untuk setiap akun dalam laporan keuangan. Perancangan pengujian
detail saldo pada umumnya merupakan bagian yang paling sulit dilakukan.
Hal ini disebabkan perancangan pengujian detail saldo memerlukan
pertimbangan profesional yang tinggi.
Bila
diantara risiko deteksi yang ditentukan dihubungkan dengan pengujian
rinci saldo yang akan dilakukan maka akan jelas terlihat bahwa semakin
rendah tingkat risiko, semakin rinci dan teliti tindakan yang akan
diambil.
Pengujian detail transaksi
Pengujian detail transaksi dilakukan untuk menentukan:
a) Ketepatan otorisasi transaksi akuntansi klien.
b) Kebenaran pencatatan dan peringkasan transaksi tersebut dalam jurnal.
c) Kebenaran pelaksanaan posting atas transaksi tersebut ke dalam buku besar dan buku pembantu.
Apabila
auditor mempunyai keyakinan bahwa transaksi tersebut telah dicatat dan
diposting secara tepat, maka auditor dapat meyakini bahwa saldo total
buku besar adalah benar.
Pengujian
detail transaksi terutama dilakukan dengan tracing dan vouching. Pada
pengujian detail transaksi ini, auditor mengarahkan pengujiannya untuk
memperoleh temuan mengenai ada tidaknya kesalahan yang bersifat moneter.
Auditor tidak mengarahkan pengujian detail transaksi ini untuk
memperoleh temuan tentang penyimpangan atas kebijakan dan prosedur
pengendalian.
Pada
pengujian detail transaksi ini, auditor menggunakan bukti yang
diperoleh untuk mencapai suatu kesimpulan mengenai kewajaran saldo akun.
Auditor biasanya menggunakan dokumen yang tersedia pada file klien
dalam pengujian ini. Efektivitas pengujian detail transaksi tergantung
pada prosedur dan dokumen yang digunakan.
Pengujian
detail transaksi pada umumnya lebih banyak menyita waktu daripada
prosedur analitis. Oleh karena itu, pengujian ini lebih banyak
membutuhkan biaya daripada prosedur analitis. Meskipun demikian,
pengujian detail transaksi lebih sedikit membutuhkan biaya daripada
pengujian detail saldo.
Prosedur analitis
Prosedur
analitik meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat atauratio
yang dihitung dari jumlah-jumlah yang tercatat, dibandingkan dengan
harapan yang dikembangkan oleh auditor. Prosedur analitik merupakan
bagian penting dalam proses audit dan terdiri dari evaluasi terhadap
informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari hubungan yang masuk
akal antara data keuangan yang satu dengan data keuangan lainnya, atau
antara data keuangan dengan data nonkeuangan. Prosedur analitik mencakup
perbandingan yang paling sederhana hingga model yang rumit yang
mengaitkan berbagai hubungan dan unsur data.
Asumsi
dasar penerapan prosedur analitik adalah bahwa hubungan yang masuk akal
di antara data dapat diharapkan tetap ada dan berlanjut, kecuali jika
timbul kondisi yang sebaliknya. Kondisi tertentu yang dapat menimbulkan
penyimpangan dalam hubungan ini mencakup antara lain, peristiwa atau
transaksi yang tidak biasa, perubahan akuntansi, perubahan usaha,
fluktuasi acak, atau salah saji.
Pemahaman
hubungan keuangan adalah penting dalam merencanakan dan mengevaluasi
hasil prosedur analitik, dan secara umum juga menuntut dimilikinya
pengetahuan tentang klien dan industri yang menjadi tempat usaha klien.
Pemahaman atas tujuan prosedur analitik dan keterbatasannya juga
penting. Oleh karena itu, identifikasi hubungan dan jenis data yang
digunakan, serta kesimpulan yang diambil apabila membandingkan jumlah
yang tercatat dengan yang diharapkan, membutuhkan pertimbangan auditor.
Prosedur analitik digunakan dengan tujuan sebagai berikut:
a) Membantu auditor dalam merencanakan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit lainnya.
b)
Sebagai pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi
tertentu yang berhubungan dengan saldo akun atau jenis transaksi.
c) Sebagai review menyeluruh informasi keuangan pada tahap review akhir audit.
Auditor
mempertimbangkan tingkat keyakinan, jika ada, yang diinginkannya dari
pengujian substantif untuk suatu tujuan audit dan memutuskan, antara
lain prosedur yang mana, atau kombinasi prosedur mana, yang dapat
memberikan tingkat keyakinan tersebut. Untuk asersi tertentu, prosedur
analitik cukup efektif dalam memberikan tingkat keyakinan memadai.
Namun, pada asersi lain, prosedur analitik mungkin tidak seefektif atau
seefisien pengujian rinci dalam memberikan tingkat keyakinan yang
diinginkan.
Efektivitas
dan efisiensi yang diharapkan dari suatu prosedur analitik dalam
mengidentifikasikan kemungkinan salah saji tergantung atas, antara lain:
a) Sifat asersi.
b) Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksikan suatu hubungan.
c) Ketersediaan dan keandalan data yang digunakan untuk mengembangkan harapan.
d) Ketepatan harapan.
Prosedur Analitik dalam Perencanaan Audit
Tujuan
prosedur analitik dalam perencanaan audit adalah untuk membantu dalam
perencanaan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit yang akan digunakan
untuk memperoleh bukti saldo akun atau golongan transaksi tertentu.
Untuk maksud ini, prosedur analitik perencanaan audit harus ditujukan
untuk:
a) Meningkatkan pemahaman auditor atas bisnis klien dan transaksi atau peristiwa yang terjadi sejak tanggal audit terakhir dan,
b)
Mengidentifikasi bidang yang kemungkinan mencerminkan risiko tertentu
yang bersangkutan dengan audit. Jadi, tujuan prosedur ini adalah untuk
mengidentifikasikan hal seperti adanya transaksi dan peristiwa yang
tidak biasa, dan jumlah, rasio serta trend yang dapat menunjukkan
masalah yang berhubungan dengan laporan keuangan dan perencanaan audit.
Prosedur
analitik yang diterapkan dalam perencanaan audit umumnya menggunakan
data gabungan yang digunakan untuk pengambilan keputusan di tingkat
atas. Lebih lanjut kecanggihan, lingkup, dan saat audit, yang didasarkan
atas pertimbangan auditor dapat berbeda tergantung atas ukuran dan
kerumitan klien. Untuk beberapa entitas, prosedur analitik dapat terdiri
dari review atas perubahan saldo akun tahun sebelumnya dengan tahun
berjalan, dengan menggunakan buku besar atau daftar saldo (trial
balance) tahap awal yang belum disesuaikan. Sebaliknya, untuk entitas
yang lain, prosedur analitik mungkin meliputi analisis lapotan keuangan
triwulan yang ekstensif.
2. Program Audit Substantif
Program
audit adalah dokumen yang memuat pernyataan tujuan audit dan rencana
langkah-langkah audit (biasanya dalam bentuk kalimat perintah) untuk
mencapai tujuan audit tersebut. Contoh tujuan audit: untuk mengetahui
keberadaan barang inventaris. Langkah auditnya: Lakukan inventarisasi
fisik (stock opname) barang inventaris, hasilnya dituangkan dalam berita
acara.
Penyusunan
program audit dilakukan pada tahap persiapan dalam rangka pengujian dan
pengendalian dan pada tahap audit pendahuluan dalam rangka pengujian
transaksi atau saldo-saldo atau pengembangan temuan, sehingga dengan
demikian program audit dapat dikelompokkan menjadi:
a)
Program audit untuk pengujian pengendalian, yaitu program audit untuk
menguji pengendalian intern (internal control) yang dijalankan manajemen
terkait dengan informasi/kegiatan yang akan diaudit.
b)
Program audit untuk pengujian substantif (substative test). Secara
sederhana program audit ini dapat dijelaskan sebagai rencana kerja untuk
menguji kesesuaian informasi yang diuji dengan data pendukungnya.
Pada
audit keuangan, program audit untuk pengujian substantif dan pengujian
pengendalian dapat disusun sekaligus, terutama karena standar penyajian
pos-pos laporan keuangan sudah baku sifatnya. Tetapi pada audit
operasional dan audit kepatuhan, program audit substantif biasanya baru
bisa dibuat setelah pengujian pengendalian selesai dilaksanakan, yaitu
setelah auditor mengetahui kelemahan pengendalian/temuan sementara yang
perlu diperdalam.
Ada delapan prosedur untuk melaksanakan pengujian substantif, yaitu:
1) Pengajuan pertanyaan kepada para karyawan terkait dengan kinerja tugas mereka.
2) Pengamatan atau observasi terhadap personel dalam melaksanakan tugas.
3) Menginspeksi dokumen dan catatan.
4) Melakukan penghitungan kembali atau reperforming.
5) Konfirmasi.
6) Analisis.
7) Tracing atau pengusutan.
8) Vouching atau penelusuran.
3. Dokumentasi Audit (Kertas Kerja Audit)
Fungsi dan Sifat Kertas Kerja
Kertas
kerja adalah catatan-catatan yang diselenggarakan oleh auditor tentang
prosedur audit yang ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi
yang diperolehnya, dan simpulan yang dibuatnya sehubungan dengan
auditnya. Contoh kertas kerja adalah program audit, analisis,
memorandum, surat konfirmasi, representasi, ikhtisar dari
dokumen-dokumen perusahaan, dan daftar atau komentar yang dibuat atau
diperoleh auditor. Kertas kerja dapat pula berupa data yang disimpan
dalam pita magnetik, film, atau media yang lain.
Auditor
harus membuat dan memelihara kertas kerja, yang isi maupun bentuknya
harus didesain untuk memenuhi keadaan-keadaan yang dihadapinya dalam
perikatan tertentu. Informasi yang tercantum dalam kertas kerja
merupakan catatan utama pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh auditor
dan simpulan-simpulan yang dibuatnya mengenai masalah-masalah yang
signifikan.
Kertas kerja terutama berfungsi untuk:
a)
Menyediakan penunjang utama bagi laporan auditor, termasuk representasi
tentang pengamatan atas standar pekerjaan lapangan, yang tersirat
ditunjukkan dalam laporan auditor dengan disebutkannya frasa
“berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia”.
b) Membantu auditor dalam pelaksanaan dan supervisi audit.
Faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor mengenai kuantitas, bentuk, dan isi kerta kerja untuk perikatan tertentu mencakup:
a) Sifat perikatan auditor.
b) Sifat laporan auditor.
c) Sifat laporan keuangan, daftar, dan keterangan yang perlu bagi auditor dalam pembuatan laporan.
d) Sifat dan kondisi catatan klien.
e) Tingkat risiko pengendalian taksiran.
f) Kebutuhan dalam keadaan tertentu untuk mengadakan supervisi dan review atas pekerjaan yang dilakukan para asisten.
Isi Kertas Kerja
Kuantitas,
tipe, dan isi kertas kerja bervariasi dengan keadaan yang dihadapi oleh
auditor, namun harus cukup memperlihatkan bahwa catatan akuntansi cocok
dengan laporan keuangan atau informasi lain yang dilaporkan serta
standar pekerjaan lapangan yang dapat diterapkan telah diamati. Kertas
kerja biasanya harus berisi dokumentasi yang memperlihatkan:
a) Pekerjaan telah direncanakan dan disupervisi dengan baik, yang menujukan diamatinya standar pekerjaan lapangan yang pertama.
b)
Pemahaman memadai atas pengendalian intern telah diperoleh untuk
merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian
yang telah dilakukan.
c)
Bukti audit yang telah diperoleh, prosedur audit yang telah diterapkan,
dan pengujian yang telah dilaksanakan, memberikan bukti kompeten yang
cukup sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan
keuangan auditan, yang menujukan diamatinya standar pekerjaan lapangan
ketiga.
Kepemilikan Dan Penyimpanan Kertas Kerja
Kertas
kerja adalah milik auditor. Namun hak dan kepemilikan atas kertas kerja
masih tunduk pada pembatasan yang diatur dalam Aturan Etika Kompartemen
Akuntan Publik yang berkaitan dengan hubungan yang bersifat rahasia
dengan klien. Seringkali kertas kerja tertentu auditor dapat berfungsi
sebagai sumber acuan bagi kliennya, namun kertas kerja harus tidak
dipandang sebagai bagian dari, atau sebagai pengganti terhadap, catatan
akuntansi klien. Auditor harus menerapkan prosedur memadai untuk menjaga
keamanan kertas kerja dan harus menyimpannya dalam periode yang dapat
memenuhi kebutuhan praktiknya dan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku
mengenai penyimpan dokumen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar