http://downloads.totallyfreecursors.com/thumbnails/tail2.gif

Pelangi

Senin, 22 Juli 2013

Etika dalam Praktik Bisnis

Berbicara mengenai etika dunia usaha atau etika dalam praktik bisnis, tentunya tidak terlepas dari perilaku pelaku-pelaku dalam dunia bisnis itu sendiri, yaitu pelaku ekonomi dan bisnis, pemerintah dan masyarakat dalam dunia usaha. Saat ini dunia bisnis sudah sangat berkembang di Indonesia. Perkembangan yang signifikan ini menyebabkan terjadinya persaingan bisnis di sana sini. Bahkan dunia bisnis tidak lagi mengenal adanya batas antara negara. Jarak dan batas tidak lagi menjadi penghalang bagi jalannya bisnis karena adanya teknologi yang mendukung berjalannya proses bisnis itu sendiri. Berkembangnya bisnis ini, semakin menuntut tentang praktik bisnis yang baik dan etis. Meskipun demikian, tidak sedikit pelaku bisnis seperti yang telah disebutkan di atas melakukan dan menghalalkan berbagai cara agar berhasil dalam menjalankan bisnisnya meskipun mungkin apa yang mereka lakukan memiliki unsur non etis. Perkembangan teknologi yang cepat itu juga berpengaruh pada masalah etika bisnis. Masalah etika bisnis tidak hanya menjadi bahan pembicaraan di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia, tetapi juga di negara-negara maju.

Memang, motivasi utama atau tujuan utama dari bisnis adalah memperoleh laba. Yang ingin diatur dalam etika bisnis dalam profesi adalah memperoleh laba dengan cara yang benar. Yang dimaksud dengan cara yang benar di sini adalah cara yang etis. Karena banyak bisnis yang berorientasi laba, dalam proses memperoleh labanya, menggunakan cara yang bertentangan dengan nilai-nilai budaya dan martabat kemanusiaan. Hal ini dipandang sebagai cara yang tidak etis.
Praktik bisnis merupakan aktivitas utama masyarakat yang seharusnya didukung oleh perilaku baik dan bila perlu terdapat code of conduct agar aktivitas ini bersih dari segala hal yang dapat mengganggu. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain.
Nilai-nilai (values) adalah standar kultural dari perilaku yang diputuskan sebagai petunjuk bagi pelaku bisnis dalam mencapai dan mengejar tujuan. Dengan demikian, pelaku bisnis menggunakan nilai-nilai dalam pembuatan keputusan secara etik apakah mereka menyadarinya atau tidak. Semakin lama, manajer bisnis ditantang meningkatkan sensitivitas mereka terhadap permasalahan etika. Mereka menekankan pada evaluasi secara kritis prioritas nilai-nilai mereka untuk melihat bagaimana ini pantas dengan realitas dan harapan organisasi dan masyarakat.
Paradigma etika dan bisnis adalah dunia yang berbeda sudah saatnya dirubah menjadi paradigma etika terkait dengan bisnis atau mensinergikan antara etika dengan laba. Justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi perusahaan yang baik yang dilandasi oleh etika bisnis merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Oleh karena itu, perilaku etika penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis.
DEFINISI ETIKA
Kata etika berasal dari bahasa Yunani, “Ethos”, atau ”Taetha” yang berarti tempat tinggal, padang rumput, karakter , watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom).Oleh filsuf Yunani, Aristoteles, etika digunakan untuk menunjukkan filsafat moralyang menjelaskan fakta moral tentang nilai dan norma moral, perintah, tindakankebajikan dan suara hati.
Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki olehindividu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
Pengertian dan definisi Etika dari para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya; antara lain:
  1. Merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat dari hak (The principles of morality, including the science of good and the nature of the right).
  2. Pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian utama dari kegiatan manusia. (The rules of conduct, recognize in respect to a particular class of human actions).
  3. Ilmu watak manusia yang ideal, dan prinsip-prinsip moral sebagai individual. (The science of human character in its ideal state, and moral principles as of an individual). Merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty).
  4. Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
Etika juga diartikan pula sebagai filsafat moral yang berkaitan dengan studi tentang tindakan-tindakan baik ataupun buruk manusia di dalam mencapai kebahagiaannya. Apa yang dibicarakan di dalam etika adalah tindakan manusia, yaitu tentang kualitas baik (yang seyogyanya dilakukan) atau buruk (yang seyogyanya dihindari) atau nilai-nilai tindakan manusia untuk mencapai kebahagiaan serta tentang kearifannya dalam bertindak.

DEFINISI BISNIS
Bisnis adalah suatu kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi dan memuaskan kebutuhan dari masyarakat. Bisnis merupakan seluruh kegiatan yang diorganisasikan oleh orang-orang yang berkecimpung dalam bidang perniagaan dan industri yang menyediakan barang dan jasa untuk mempertahankan dan memperbaiki standar serta kualitas hidup mereka.
Peranan bisnis sangatlah penting dalam kehidupan masyarakat, karena melalui kegiatan bisnis suatu perusahaan akan dapat memenuhi setiap kebutuhan (needs) keinginan (wants) dari masyarakat konsumen yang beraneka ragam, sehingga konsumen merasa terpuaskan (customer satisfactions). Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggrisbusiness, dari kata dasar busy yang berarti "sibuk" dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Dalam ekonomi kapitalis, dimana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperatif yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, dimana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.
Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata "bisnis" sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya dimana penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya "bisnis pertelevisian." Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa. Meskipun demikian, definisi "bisnis" yang tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini.

DEFINISI ETIKA BISNIS
Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Hal ini dapat dipandang sebagai etika pergaulan bisnis. Seperti halnya manusia pribadi juga memiliki etika pergaulan antar manusia, maka pergaulan bisnis dengan masyarakat umum juga memiliki etika pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis. Etika pergaulan bisnis dapat meliputi beberapa hal antara lain adalah:
1. Hubungan antara bisnis dengan langganan/konsumen
Hubungan antara bisnis dengan langgananya merupakan hubungan yang paling banyak dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulanya secara baik. Adapun pergaulannya dengan langganan ini dapat disebut disini misalnya saja:
  • Kemasan yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan atau mengadakan perbandingan harga terhadap produknya.
  • Bungkus atau kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi didalamnya, sehingga produsen perlu menberikan penjelasan tentang isi serta kandungan atau zat-zat yang terdapat didalam produk itu.
  • Pemberian servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat etis bagi suatu bisnis. Sangatlah tidak etis suatu bisnis yang menjual produknya yang ternyata jelek (busuk) atau tak layak dipakai tetap saja tidak mau mengganti produknya tersebut kepada pembelinya.
2. Hubungan dengan karyawan
Manajer yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya sering kali harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya.Pergaulan bisnis dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yakni: Penarikan (recruitment), Latihan (training), Promosi atau kenaikan pangkat, Tranfer, demosi (penurunan pangkat) maupun lay-off atau pemecatan/PHK ( pemutusan hubungan kerja). Didalam menarik tenaga kerja haruslah dijaga adanya penerimaan yang jujur sesuai dengan hasil seleksi yang telah dijalankan. Sering kali terjadi hasil seleksi tidak diperhatikan akan tetapi yang diterima adalah peserta atau calon yang berasal dari anggota keluarga sendiri.
Disamping itu tidak jarang seorang manajer yang mencoba menaikan pangkat para karyawan dari generasi muda yang dianggapnya sangat potensial dalam rangka membawa organisasi menjadi lebih dinamis, tetapi hal tersebut mendapat protes keras dari karyawan dari generasi tua. Masalah lain lagi dan yang paling rawan adalah masalah pengeluaran karyawan atau dropout. Masalah DO atau PHK ini perlu mendapatkan perhatian ekstra dari para manajer karena hal ini menyangkut masalah tidak saja etik akan tetapi juga masalah kemanusian. Karyawan yang di PHK –kan tentu saja akan kehilangan mata pencahariannya yang menjadi tumpuan hidup dia bersama keluarganya.

3. Hubungan antar bisnis
Hubungan ini merupakan hubungan antara perusahaan yang satu dengan perusahan yang lain Hal ini bisa terjadi hubungn antara perusahaan dengan saingannya, dengan penyalurnya, dengan grosirnya, dengan pengecernya, agen tunggalnya maupun distributornya.
Dalam kegiatan sehari-hari tentang hubungan tersebut sering terjadi benturan-benturan kepentingan antar kedunya. Dalam hubungan itu tidak jarang dituntut adanya etika pergaulan bisnis yang baik. Sebagai contoh sebuah penerbit yang ingin menyalurkan buku-buku terbitanya kepada para grosir yang bersedia membeli secara kontan dalam jumlah besar dan kontinyu dengan memperoleh potongan rabat yang sama dengan penyalur.
Rencana ini menjadi kandas karena mendapat protes keras dari para penyalur-penyalurnya yang memandang tindakan penerbit tersebut akan sangat merugikan para penyalur sedangkan omset dari para penyalur sendiri dalam beberapa tahun tidak meningkat. Contoh lain adalah adanya perebutan tenaga kerja ahli atau manajer profesional oleh para pengusaha, persaingan harga yang saling menjatuhkan diantara bisnismen dan sebagainya.

4. Hubungan dengan Investor
Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas dan terutama yang akan atau telah “go publik” harus menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada para insvestor atau calon investornya. Informasi yang tidak jujur akan menjerumuskan para investor untuk mengambil keputusan investasi yang keliru. Dalam hal ini perlu mandapat perhatian yang serius karena dewasa ini di Indonesia sedang mengalami lonjakan kegiatan pasar modal. Banyak permintaan dari para pengusaha yang ingin menjadi emiten yang akan menjual sahamnya kepada masyarakat.
Dipihak lain masyarakat sendiri juga sangat berkeinginan untuk menanamkan uangnya dalam bentuk pembelian saham ataupun surat-surat berharga yang lain yang diemisi oleh perusahaan di pasar modal. Oleh karena itu masyarakat calon pemodal yang ingin membeli saham haruslah diberi informasi secara lengkap dan benar terhadap prospek perusahan yang go public tersebut. Jangan sampai terjadi adanya manipulasi atau penipuan terhadap informasi terhadap hal ini.

5. Hubungan dengan Lembaga-Lembaga Keuangan
Hubungan dengan lembaga-lembaga keuangan terutama jawatan pajak pada umumnya merupakan hubungan pergaulan yang bersifat finansial. Hubungan ini merupakan hubungn yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan yang berupa neraca dan laporan Rugi dan Laba misalnya. Laporan finansial tersebut haruslah disusun secara baik dan benar sehingga tidak terjadi kecendrungan kearah penggelapan pajak misalnya. Keadaan tersebut merupakan etika pergaulan bisnis yang tidak baik.
Pelaksanaan tangungjawab sosial suatu bisnis merupakan penerapan kepedulian bisnis terhadap lingkungan, baik lingkungan alam, teknologi, ekonomi, sosial, budaya,perintah maupun masyarakat Internasional. Bisnis yang menerapkan tanggung jawab sosial itu merupakan bisnis yang menjalankan etika bisnis, sedangkan bisnis yang tidak melaksanakan tanggung jawab sosial itu merupakan penerapan yang tidak etis.
Penerapan etika bisnis ini murupakan penerapan dari konsep “Stake Holder” sebagai pengganti dari konsep lama yaitu konsep “Stock Holder” . Pengusaha yang menerapkan konsep Stock Holder berusaha untuk mementingkan kepentingan para pemengang saham (Stockholder) saja, di mana para pemegang saham tentu saja akan mementingkan kepentinganya yaitu penghasilan yang tinggi baginya yaitu yang berupa deviden atau pembagian laba serta harga saham dipasar bursa. Dengan memperoleh deviden yang tinggi maka penghasilan mereka akan tinggi, sedangkan dengan naiknya nilai atau kurs saham akan merupakan kenaikan kekayaan yang dimilikinya yaitu sahamnya itu
dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi. Pemenuhan kepentingan ataupun tuntutan dari para pemengan saham itu sering kali mengabaikan kepentingan – kepentingan pihak-pihak yang lain yang juga terlibat dalam kegiatan bisnis. Pihak lain yang terkait dalam kegiatan bisnis tidak hanya para pemegang saham saja akan tetapi masih banyak lagi seperti :
1) Pekerja/ karyawan
2) Konsumen
3) Kreditur
4) Lembaga-lembaga keuangan
5) Pemerintah.
MASALAH-MASALAH ETIKA BISNIS
Masalah etika dalam bisnis dapat diklasifikasikan ke dalam lima kategori antara lain:
1. Suap (Bribery)
Adalah tindakan berupa menawarkan, memberi, menerima, atau meminta sesuatu yang berharga dengan tujuan mempengaruhi tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan kewajiban publik. Suap dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang dengan “membeli pengaruh”. Pembelian itu dapat dilakukan baik dengan membayarkan sejumlah uang atau barang, maupun pembayaran kembali setelah transaksi terlaksana.
Suap kadang-kadang tidak mudah dikenali. Pemberian cash atau penggunaan callgirls dapat dengan mudah dimasukkan sebagai cara suap, tetapi pemberian hadiah (gift) tidak selalu dapat disebut sebagai suap, tergantung dari maksud dan respon yang diharapkan oleh pemberi hadiah.
2. Paksaan (Coercion)
Adalah tekanan, batasan, dorongan dengan paksa atau dengan menggunakan jabatan atau ancaman. Paksaan dapat berupa ancaman untuk mempersulit kenaikan jabatan, pemecatan, atau penolakan industri terhadap seorang individu.
3. Penipuan (Deception)
Adalah tindakan memperdaya, menyesatkan yang disengaja dengan mengucapkan atau melakukan kebohongan.
4. Pencurian (Theft)
Adalah tindakan mengambil sesuatu yang bukan hak kita atau mengambil properti milik orang lain tanpa persetujuan pemiliknya. Properti tersebut dapat berupa properti fisik atau konseptual.
5. Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination)
Adalah perlakuan tidak adil atau penolakan terhadap orang-orang tertentu yang disebabkan oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, atau agama. Suatu kegagalan untuk memperlakukan semua orang dengan setara tanpa adanya perbedaan yang beralasan antara mereka yang disukai dan tidak.
Dalam etika bisnis berlaku prinsip-prinsip yang seharusnya dipatuhi oleh para pelaku bisnis. Etika bisnis memiliki prinsip-prinsip yang harus ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku yang mencegah timbulnya ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar kerja atau operasi perusahaan. Muslich (1998: 31-33) mengemukakan prinsip-prinsip etika bisnis sebagai berikut.
  1. Prinsip Otonomi: yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab secara moral atas keputusan yang diambil.
  2. Prinsip Kejujuran: bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak berlandaskan kejujuran karena kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis (misal kejujuran dalam pelaksanaan kontrak, kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam hubungan kerja dan lain-lain).
  3. Prinsip Keadilan: bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai dengan haknya masing-masing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya.
  4. Prinsip Saling Menguntungkan: agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan, demikian pula untuk berbisnis yang kompetitif.
  5. Prinsip Integritas Moral: prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana para pelaku bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik perusahaan agar tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik.
ETIKA BISNIS DALAM PRAKTEK
Berbagai kekuatan dan dorongan mempengaruhi perilaku manusia, diantaranya kekuatan dan dorongan yang datang dari luar dirinya (negara, masyarakat, kelompok, pribadi), dan kekuatan dan dorongan yang timbul dari alam (cuaca, keadaan alam, polusi udara), serta kekuatan dan dorongan yang berasal dari dalam diri manusia itu sendiri (sifat azasi, mental, spiritual).
Kekuatan yang mempengaruhi perilaku manusia dari luar dirinya diantaranya adalah sistem hukum, yang dengan disertai ancaman berupa sanksi yang akan dijatuhkan oleh pihak penguasa, berupa paksaan bagi manusia untuk mengikuti standar-standar perilaku tertentu dalam rangka membentuk suatu tatanan dan ketertiban dalam hubungan antar manusia dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Beberapa ahli menyatakan bahwa di dalam masyarakat yang demokratis, kekuasaan memaksa yang mempunyai otoritas atas pihak lain (misalnya ketentuan-ketentuan hukum) adalah berasal dari dan didasarkan pada kemauan yang datang dari pihak yang dikuasai. Pandangan-pandangan tersebut berasal dari teori-teori kontrak sosial. Selanjutnya, di antara hal-hal yang secara internal mempengaruhi perilaku manusia pribadi adalah opini manusia terhadap dirinya sendiri, baik yang timbul dari diri sendiri maupun opini yang diterima dari orang lain. Di dalam kategori orang lain termasuk orang tua, anak-anak, keluarga, teman dan semua orang lain yang tidak terdefinisikan, oleh karena itu kadang-kadang banyak orang yang memandangnya sebagai sesuatu yang mencemaskan.

Sebagian besar opini tersebut terbentuk dari suatu sistem yang membimbing manusia dalam menilai suatu hubungan atau tindakan, sistem inilah yang disebut dengan “etika.” Pendekatan umum dalam pembahasan masalah etika bisnis dapat dimulai dengan mengajukan pertanyaan: “apakah suatu perusahaan yang menjalankan bisnis, sebagai badan hukum, merupakan badan hukum privat atau badan hukum publik?” Pembedaan ini perlu, karena bila kita memandang perusahaan sebagai badan hukum privat, maka perusahaan dapat diperlakukan sebagai subjek hukum privat, dengan demikian, perusahaan dapat bertindak untuk dirinya sendiri, meskipun kewajiban tersebut dapat diperpanjang jangkauannya atas kewajibannya untuk kepentingan orang lain.

Tambahan pula, sebagai badan hukum privat suatu perusahaan berhak untuk mendapat perlindungan hukum sebagai orang pribadi lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan, dan dapat pula ia memiliki kebebasan untuk mengeluarkan pendapat. Di samping itu, bila kita memandang perusahaan sebagai badan hukum publik, maka keadaan ini menjadi sebaliknya, perusahaan mempunyai kewajiban bukan hanya kepada pemegang sahamnya, tapi juga kepada masyarakat pada umumnya, mereka mempunyai kewajiban umum kepada publik meskipun mereka akhirnya laba yang akan diterima akan berkurang. Menurut pandangan ini, segala keputusan yang diambil perusahaan menjadi objek bagi penilaian oleh masyarakat, dan harus dibatalkan bila ternyata tidak memenuhi standar-standar yang ditentukan secara umum.

Etika merupakan suatu kehendak yang sistematik melalui penggunaan alasan untuk mempelajari bentuk-bentuk moral dan pilihan-pilihan moral yang dilakukan oleh seseorang dalam menjalankan hubungan dengan orang lain. Dalam diskusi tentang etika bisnis, titik pandang harus difokuskan kepada suatu kelompok dan situasi tertentu, misalnya pada lingkungan bisnis teknik-teknik evaluasi diarahkan kepada perbuatan yang ada di dalam lingkungan yang mempunyai tujuan-tujuan bisnis.

Keputusan dari seorang dokter untuk tidak memberikan informasi yang kesehatan pasiennya kepada pihak lain; dilema yang dialami seorang pengacara dalam menangani benturan kepentingan dengan kliennya; ataupun tanggung jawab seorang pelaku bisnis dalam pemasaran produk yang mengandung bahaya menimbulkan pertanyaan yang sama yaitu apakah yang dimaksud dengan benar, salah, baik, atau buruk? Apakah yang merupakan pilihan etika? Dan dalam perbuatan yang bagaimana seseorang seharusnya sampai kepada suatu keputusan untuk melakukan tindakan? Etika adalah cabang dari filsafat yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungannya dengan manusia lainnya, dengan makhluk lain, dan dengan lingkungan alam. Dengan didasari oleh filsafat, studi mengenai etika mencari pengertian tentang kebenaran dan prinsip-prinsip dasar yang memberi bimbingan untuk mendapat pengertian tentang dunia ini.

Banyak teori dan pelajaran tentang etika (contohnya adalah filsafat terapan) yang mengevaluasi masalah-masalah moral. Di antaranya adalah teori-teori Aristotelianisme, consequentialisme, instrumentalisme, hedonisme, egoisme, altruisme, utilitarianisme, deontologisme, dan etika Kantian.

Teleological ini dianut oleh pengikut utilitarianisme, di antara para pemukanya terdapat Jeremy Bentham (1748-1832) dan John Stuart Mill (1806-1973). Termasuk pula di dalam analisis teleological ini adalah pandangan dari filsuf kontemporer John Rawls yang dinamakan “veil of ignorance”, didasarkan kepada prinsip distributive justice. Ahli fisafat terapan yang mengadopsi pendekatan Kantian menganut pandangan Deontological, yaitu pandangan yang berbasis proses pengambilan keputusan dalam menentukan suatu perbuatan. Pemukanya di antaranya adalah filsuf Jerman Immanuel Kant (1724-1804). Secara praktis, pandangan-pandangan ini berhubungan dengan kegiatan dalam menguji suatu perbuatan dengan hati-hati. Banyak ahli yang percaya bahwa kedua pendekatan ini dapat digunakan sebagai analisis pemecahan problem moral.

Banyak orang yang mungkin secara tidak sadar mempraktekkan pendekatan teleological terhadap etika dalam memutuskan dilema moral. Utilitarianisme adalah bentuk etika teleological yang lebih familiar dikenal oleh pelaku-pelaku bisnis yang memusatkan pandangannya terhadap masalah “the bottom line”.Keputusan-keputusan bisnis diambil dengan pandangan yang dipusatkan kepada akibat yang mungkin timbul atau konsekuensi apabila terjadi pertentangan di antara keputusan-keputusan itu, pertanyaan yang selalu diajukan adalah tentang “apa yang terbaik bagi perusahaan?” 

Jika pelaku bisnis, yang merupakan suatu badan hukum yaitu perusahaan, mempertimbangkan hanya bagaimana agar suatu tindakan akan memberikan keuntungan yang besar, maka hal ini adalah merupakan pandangan utilitarianisme. Utilitarianisme dalam hal ini dikenal sebagai salah satu dari pandangan dengan analisis laba-rugi (cost-benefit).
Menurut pandangan utilitarianisme, kerangka yang harus digunakan dalam rangka mempertimbangkan suatu tindakan yang akan diambil, harus didasarkan pada perhitungan atas akibat atau konsekuensi dari tindakan itu. Tujuannya adalah untuk memilih alternatif yang menghasilkan “yang paling baik bagi kelompok terbesar.” Akan tetapi, pandangan ini dihadapkan kepada dua pertanyaan yang sangat penting, yaitu untuk mencapai tujuan, seseorang harus mampu untuk mengidentifikasi apa yang paling“baik” dan siapa yang merupakan kelompok “terbesar” dalam setiap transaksi termasuk pula akibat setiap pemutusan kontrak bisnis terhadap karyawannya yang kemungkinan akan kehilangan pekerjaan atau setidaknya kekurangan penghasilan karena berkurangnya produksi dan seterusnya mempertimbangkan akibat tersebut terhadap keluarga karyawan.

Pemikiran etika yang berbasis kewajiban adalah deontology, yaitu suatu pandangan dimana keputusan tentang suatu tindakan harus diambil dengan dasar adanya kewajiban, bukan dengan dasar akibat atau konsekuensi dari keputusan itu. Pendekatan ini sering pula dinamakan pendekatan “kewajiban demi kepentingan kewajiban“. Para penganut pandangan ini harus menerapkan keahlian dan pemikiran untuk menemukan bentuk bahasan tentang kewajiban tersebut dan mengidentifikasi manfaatnya.

Kant mengemukakan anggapan bahwa tidak ada satupun di dunia ini - tentunya juga tidak ada di luar dunia - yang dapat dibentuk sesuatu yang dinamakan baik tanpa kualifikasi yang lain daripada ‘itikad baik’. Dalam pandangannya itikad baik adalah niat yang rasional, dan niat yang rasional adalah sesuatu yang bekerja secara konsisten dan tidak mengalami kontradiksi. Prinsip konsistensi ini menghasilkan suatu ujian yang dapat mengenali kewajiban seseorang yaitu kategori imperatif atau hukum yang universal. Menurut kategori imperatif ini, kewajiban seseorang dalam suatu keadaan tertentu akan menjadi jelas bila seorang bertanya: apakah keputusan seseorang dapat di jadikan universal tanpa ada kontradiksi apabila di adopsi oleh orang lain dalam situasi yang sama tanpa membuat suatu pengecualian.

Bagi penganut pendekatan Kantian perilaku membuat janji palsu adalah pelanggaran terhadap hukum umum yang telah diakui secara universal. Secara rasional seseorang tidak boleh menginginkan untuk dapat secara bebas membuat janji palsu. Keadaan ini tidak dapat dijadikan kaedah yang universal, dan seseorang tidak dapat membuat suatu pengecualian khusus bagi dirinya sendiri. Lebih jauh lagi, mengambil milik orang lain meskipun dalam situasi seperti itu adalah berarti mengancam pemilik barang tersebut dan tidak menghargai kehormatan pemiliknya. 

Kaum Utilitarian mengemukakan alasan bahwa hal yang baik yang dapat diikuti mungkin adalah apa yang dapat merupakan kesempatan agar bisnis berjalan lancar dan para pekerja yang membutuhkan dapat dipekerjakan. Hal yang buruk adalah bila perusahaan tidak mendapat pembayaran, para pekerjanya akan menderita, dan, bila pengamatnya adalah seorang Utilitarian, akibat buruk akan datang dari pihak lain yang menganggap bahwa seseorang dapat membuat janji palsu dengan tidak melakukan pembayaran.

Seorang filsuf modern, W.D Ross, memberikan suatu versi deontology yang mendefinisikan kewajiban sebagai suatu tindakan mengambil tanggungjawab atas kedua kewajiban yang murni dan kewajiban-kewajiban untuk menghasilkan akibat yang terbaik. Ross mengenali bahwa suatu hubungan tertentu adalah lebih penting daripada yang lainnya dan bahwa suatu akibat tertentu akan lebih utama dari yang lainnya. Dalam hal terjadi pertentangan kewajiban, Ross menganjurkan untuk menilai konsekuensi dan membuat prioritas dari kewajiban kewajiban untuk mengantisipasinya.

Pendekatan ini dirumuskan oleh John Rawls, seorang pendukung teori Landasan Hak, yang penelitiannya diarahkan kepada eksplorasi konsep keadilan. Namun demikian, hasil karyanya sendiri bersandar kepada penggunaan analisis etika dan sudah diterapkan secara luas sebagai alat dalam pendidikan etika bisnis.

Rawls mengarahkan kepada suatu test hipotesa mental yang dapat digunakan untuk menentukan apa yang dinamakan “adil.” Ketika diminta untuk memberikan keputusan yang mempunyai dimensi etika, langkah pertama yang harus diambil adalah menuju ke balik “veil of ignorance” (tirai pengabaian). Dengan melakukan hal itu, maka orang akan mengetahui bukan saja statusnya, tetapi juga akan tahu bagaimana akibat dari suatu keputusan akan membawa dampak kepada dirinya secara pribadi. Kemudian akan dapat dilakukan pendekatan pada masalah ini dengan mengajukan suatu pertanyaan yang sederhana: apa yang akan timbul sebagai keadilan yang rasional, dalam kasus tertentu itu dan pada prinsip-prinsip umum? Jawabannya, sebagaimana diajukan oleh teori ini, tidak akan berpihak, karena keadaan lingkungan pribadi telah dikesampingkan.

Ada beberapa cara yang berbeda untuk mempelajari perilaku dalam hal pengambilan keputusan moral. Bila kita melihat ke dalam situasi bisnis, maka aspek-aspek dari ketiga pendekatan (utilitarian-teleologocal, deontological, dan pendekatan Rawls) akan muncul. Proses untuk mengajukan pertanyaan yang dianjurkan oleh masing-masing metode cenderung untuk menstimulasi pertimbangan yang mungkin semula tidak diambil seseorang. Hukum tidak selalu lebih lambat daripada etika. Dengan tidak menyampingkan hambatan-hambatan yang sering menjadi preseden, hukum juga dapat berubah untuk mengakomodir pergeseran nilai-nilai tertentu yang mengikuti prinsip moral yang lebih jelas. Akhir-akhir ini, di beberapa bidang hukum, pihak legislatif dan pengadilan telah menunjukkan kemauan untuk bertindak sebagai sponsor dan penegak hukum yang mengharuskan standar perilaku yang lebih tinggi. (contohnya kewajiban CSR bagi setiap perusahaan di Undang-Undang PT yang baru).

Kebanyakan aturan hukum berada di bawah tingkatan tuntutan etika, akan tetapi, dalam kenyataan hukum ikut mendorong meningkatnya tuntutan etika. Ini adalah dapat dimengerti apabila kita mempelajari perilaku menurut “tingkat perkembangan moral” yang diajukan oleh Lawrence Kohlberg, seorang psikolog terkemuka di Amerika.
Observasi yang dilakukan Kohlberg menawarkan pandangan bagaimana para manajer bisnis berperilaku. Pandangan tersebut kira-kira sebagai berikut: bila suatu tindakan yang dilakukan merupakan hal yang “legal” maka tindakan itu pasti “baik“.
Masalah ini menimbulkan pertanyaan yang menarik tentang etika yang diterapkan pengacara dan kliennya bila mereka menangani atau terlibat dalam litigasi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa banyak cara untuk memenangkan gugatan hukum atau mengambil keuntungan dalam negosiasi yang mengandung dampak di bidang etika. Sudah tentu motif etika ini ada karena hukum menyediakan berbagai teknik yang menentukan keberhasilan dalam suatu gugatan hukum.

Apa yang dapat ditarik dari fenomena berikut ini? Dalam kenyataan sering terjadi bahwa pengusaha yang selalu menjalankan bisnisnya dengan melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika: melakukan penipuan, persaingan yang tidak sehat, bisnis yang curang, dan melakukan “pencurian”, namun tidak pernah tertangkap dan menjadi kaya serta berumur panjang dan akhirnya meninggal dunia dengan wajar pada usia lanjut.
Sebaliknya, terdapat pengusaha yang menjalankan bisnis dengan penuh etika, namun kemudian mempunyai anak yang menderita leukemia, dan di antaranya ada yang kehilangan pekerjaan akibat merger perusahaannya, bahkan ada pula yang menjadi cacat akibat ditabrak oleh pengendara mobil yang sedang mabuk dan mati dalam usia yang relatif muda.
Dalam kegiatan bisnis sehari-hari sangat mudah untuk menyebut etika bisnis, namun sulit sekali untuk menerapkannya. Dalam lingkungan bisnis yang semakin kompetitif, sering etika bisnis ditinggalkan semata-mata untuk mengejar keuntungan yang besar dan mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, atau untuk mendapatkan promosi jabatan dan terkadang untuk tetap dapat menduduki suatu jabatan. Untuk mempertimbangkan etika dalam mengambil keputusan, merupakan proses kegiatan pemikiran etika yang sangat mirip dengan suatu studi produktif. Kerangka yang ditawarkan oleh teori-teori etika menantang para manajer untuk mencari alternatif-alternatif dan untuk menyusun alasan-alasan untuk mendukung alternatif tersebut. Hal tersebut merupakan langkah yang penting dan krusial dalam lingkungan bisnis yang semakin kompleks akhir-akhir ini, dimana pengambilan keputusan yang baik akan berdampak finansial secara langsung dari suatu tindakan yang dilakukan, namun juga terhadap kepentingan bisnis jangka panjang yang tidak terlihat dengan jelas ataupun dampaknya terhadap masyarakat.

Perlukah etika dalam melakukan investasi? Jawabannya tentu saja perlu. Penekanan pada pencarian laba tidak harus menjadikan investor melupakan etika. Cukup sulit untuk menentukan sasaran etika ini. Pokok pikiran yang paling penting dalam hal ini adalah jangan lakukan investasi yang merupakan pengejaran laba dengan hanya berdasarkan spekulasi.
Dalam melakukan investasi kebanyakan investor mencari dan memfokuskan perhatiannya terhadap investasi yang aman dan menjanjikan keuntungan yang tinggi, hanya sedikit yang memperhatikan investasi yang beretika. 
Apabila investor akan melakukan investasi yang berdasar etika, hendaklah perhatian utamanya ditujukan kepada produk dan jasa perusahaan tersebut, sebagai contoh: jangan melakukan investasi di perusahaan yang memproduksi bahan-bahan yang mengakibatkan penyakit atau merusak lingkungan. Selanjutnya sedapat mungkin dipelajari kemana dana yang diperoleh perusahaan tersebut disalurkan, misalnya investasi di reksadana dapat menjadi investasi yang tidak beretika apabila dana yang dihimpun diinvestasikan di perusahaan-perusahaan yang produksinya mengakibatkan penyakit atau merusak lingkungan.
Berbicara mengenai etika dalam kaitan dengan bisnis dan investasi, tidak cukup hanya dengan membahas teori-teori yang secara umum dianut pelaku bisnis atau para investor, akan tetapi juga perlu membahas penerapan dan pelaksanaannya dalam praktek bisnis, investasi, bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini akan dibahas beberapa ilustrasi mengenai praktek etika dalam berbagai segi kehidupan, yang bila diperhatikan secara mendalam akan menampakkan gejala upaya penghindaran yang disadari atau tidak dilakukan oleh sebagian anggota masyarakat.

a. Benci Tapi Beli: Kasus Timor (Mobnas)
Benci tapi beli, proyek mobil Timor yang dikenal dengan proyek Mobnas (mobil nasional) oleh sebagian besar masyarakat Indonesia dianggap sebagai proyek penyelundupan hukum yang dilakukan secara terang-terangan, dan tentunya melakukan pelanggaran di berbagai bidang hukum, mulai dari perpajakan sampai kaedah hukum internasional yang terdapat di komitmen Indonesia di WTO (World Trade Organization). Namun, tidak dapat disangkal bahwa dibalik itu mobil Timor termasuk mobil yang laku di pasar.

b. Anti Bank - Pro Deposito
Ketika krisis mulai melanda Indonesia, banyak orang yang berteriak anti konglomerat tapi dibalik itu sebagian dari mereka berlomba mendepositokan uangnya di bank-bank milik konglomerat. Ketika terungkap kasus-kasus yang membuka ketidaksehatan bank-bank di Indonesia, hampir semua orang memandang dengan sinis terhadap bank-bank milik konglomerat dan menganggap bahwa bank-bank tersebut merupakan salah satu penyebab krisis ekonomi Indonesia. Namun dibalik itu, berbondong-bondong orang memasukkan uangnya di dalam deposito karena tingginya bunga bank pada waktu itu.

c. Benci Krisis Beli Dolar
Semua orang mengeluh terhadap krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia tapi bila kita perhatikan banyak sekali orang yang berlomba-lomba beli dolar. Money-changer dipenuhi oleh orang-orang, mulai dari pedagang sampai dengan ibu rumah tangga. Semua orang jadi ahli valuta asing dan ahli moneter, dan mengikuti perkembangan harga valuta asing dengan seksama untuk mencari keuntungan dari perdagangan valuta asing.

d. Benci Perusahaan Beli Saham
Contoh lainnya adalah banyaknya orang yang menganjurkan untuk tidak merokok, banyak yang benci rokok, namun kita lihat kenyataan bahwa saham perusahaan rokok mempunyai kapitalisasi paling besar di Bursa Efek, dan orang-orang berlomba membeli saham perusahaan rokok. Apakah ini melanggar ketentuan hukum? Tentu saja tidak, namun seperti dikatakan di atas, etika tidak dapat hanya dilihat dari sudut pandang hukum positif yang berlaku. Ini berkaitan dengan etika investasi seperti yang telah disebutkan di atas.

e. Eksploitasi Anak Dalam Bisnis - iklan, hiburan, film
Sementara hampir semua orang berteriak tentang perlindungan anak-anak, di televisi iklan yang menggunakan anak-anak semakin gencar. Eksploitasi anak masih merupakan hal yang sangat jarang diperhatikan di Indonesia, apalagi bagi para pelaku bisnis. Semakin maraknya iklan di televisi yang menggunakan anak, bahkan bayi, sebagai penarik konsumen, menandakan rancunya jalan pemikiran masyarakat dalam kaitannya dengan etika. Sebagian besar masyarakat belum dapat membedakan eksploitasi dengan pengejaran keuntungan yang tidak melanggar etika bisnis.

Etika dalam Praktik Perpajakan

Konsultan Pajak adalah setiap orang yang dengan keahliannya dan dalam lingkungan pekerjaannya, secara bebas dan profesional memberikan jasa perpajakan kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.

AICPA STATEMENTS ON RESPONSIBILITIES IN TAX SERVICES
Dalam kaitannya dengan etika akuntan pajak, AICPA mengeluarkan Statemet on Responsibilities in Tax Practice (SRTP). Adapun isinya adalah sebagai berikut:
1. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 1, Tax Return Positions (Posisi Pengembalian Pajak)
Statemen ini menetapkan standar masa depan yang bisa diterapkan untuk anggota  ketika merekomendasikan tingkat pengembalian pajak dan menyiapkan atau menandatangani surat pembayaran pajak (termasuk klaim untuk lebih bayar) yang disimpan dengan mengenakan pajak otoritas. Karena tujuan standar ini, suatu nilai pajak terutang, (a) mencerminkan tingkat pengembalian pajak seperti yang mana wajib pajak telah secara rinci membicarakannya dengan anggota atau (b) suatu anggota mempunyai pengetahuan semua fakta yang bersifat material dan, atas dasar fakta itu, telah menyimpulkan apakah posisinya sudah sesuai. Karena tujuan standar ini, suatu wajib pajak adalah klien, pemberi kerja, atau pihak ketiga lain penerima jasa pajak.
2. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 2, Answers to Questions on Returns (Jawaban Pertanyaan atas Pengembalian)
Statemen Ini menetapkan standar yang bisa diterapkan untuk anggota ketika menandatangani suatu pajak kembalian jika atau mempertanyakan kelebihan pajak kembalian. Istilah questionsincludes meminta informasi untuk pajak kembalian di dalam perusahaan. Instruksi, atau di dalam peraturan, ya atau tidaknya dinyatakan format suatu pertanyaan.
3. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 3, Certain Procedural Aspects of Preparing Returns (Aspek prosedur tertentu dalam menyiapkan Pengembalian)
Dalam menyiapkan atau menandatangani suatu pajak kembalian, suatu anggota dengan hati jujur boleh  mempercayakan, tanpa verifikasi, atas informasi yang diberikan oleh wajib pajak atau dengan pihak ketiga. Bagaimanapun, suatu anggota mestinya tidak mengabaikan tentang implikasi yang melengkapi informasi tersebut dan perlu membuat pemeriksaan yang layak jika informasi nampak seperti ada kesalahan, tidak sempurna, atau plin-plan baik di bagian depannya atau atas dasar lain fakta tidak diketahui oleh suatu anggota. Jika hukum perpajakan atau peraturan memaksakan suatu kondisi dengan rasa hormat, seperti  pemeliharaan buku dan arsip atau memperkuat dokumentasi wajib pajak untuk mendukung pengurangan yang dilaporkan ke kantor pajak, suatu anggota perlu membuat pemeriksaan yang sesuai untuk menentukan kondisi yang dijumpai untuk memberi kepuasan kepada wajib pajak. Ketika menyiapkan suatu kembalian pajak, suatu anggota perlu mempertimbangkan informasi yang benar dari pajak kembalian  wajib pajak lain jika informasi berkait dengan pajak kembalian dan pertimbangannya pajak kembalian itu. Di dalam menggunakan informasi seperti itu, suatu anggota perlu mempertimbangkan batasan-batasan yang dikenakan oleh  hukum atau aturan manapun yang berkenaan dengan kerahasiaan.
4. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 4, Use of Estimates (Penggunaan Estimasi)
Kecuali jika yang dilarang oleh undang-undang atau menurut peraturan, suatu anggota boleh menggunakan taxpayer’s untuk menaksir persiapan suatu pajak kembalian jika itu bukanlah praktis untuk memperoleh data tepat dan jika anggota menentukan bahwa perkiraan yang layak adalah didasarkan pada keadaan dan fakta saat itu yang diperlihatkan kepada anggota. Jika perkiraan dengan taxpayer’s digunakan, mereka harus diperlihatkan dengan suatu cara yang tidak menyiratkan ketelitian lebih besar disbanding yang ada.
5. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 5, Departure From a Position Previously Concluded in an Administrative Proceeding or Court Decision (Keberangkatan dari suatu posisi yang sebelumnya disampaikan di dalam suatu kelanjutan administrative atau keputusan pengadilan)
Pajak Kembalian berkenaan dengan memposisikan suatu item ketika ditentukan di dalam suatu kelanjutan administratif atau keputusan pengadilan/lingkungan tidak membatasi suatu anggota merekomendasikan dari suatu pajak yang berbeda, kemudian memposisikannya kembali, kecuali jika wajib pajak dalam pemeriksaan. Oleh karena itu, ketika disiapkan dalam bentuk Statement onResponsibilities in Tax Services No.1, pajak kembalian diposisikan, anggota boleh merekomendasikan sebuah pajak kembalian untuk memposisikan atau menyiapkan suatu pajak kembalian yang memerlukan pemeriksaan dari suatu item ketika disimpulkan untuk suatu kelanjutan administratif atau meramahi keputusan berkenaan dengan suatu kembali wajib pajak.
6. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 6, Knowledge of Error: Return Preparation (Pengetahuan Kesalahan: Persiapan Kembalian)
Suatu anggota perlu menginformasikan kepada wajib pajak dengan segera atas suatu kesalahan di dalam suatu pajak kembalian yang disimpan atau ketika sadar  akan kegaalan suatu taxpayer’s untuk memfile suatu kembalian yang diperlukan. Seorang anggota perlu merekomendasikan ukuran yang diambil untuk melakukan koreksi, seperti rekomendasi yang diberi dengan lisan. Anggota tidaklah diwajibkan untuk menginformasikannya untuk mengenakan pajak otoritas, dan suatu anggota tidak boleh melakukannya tanpa ijintaxpayer’s, kecuali ketika yang diperlukan di depan hukum. Jika suatu anggota diminta untuk kembalian untuk tahun sekarang dan wajib pajak belum mengambil tindakan yang sesuai untuk mengoreksi suatu kesalahan utama di dalam suatu tahun kembalian, anggota perlu mempertimbangkan apakah untuk menarik dari menyiapkan kembalian itu dan apakah suatu professional melanjutkan hubungan atau hubungan ketenaga-kerjaan dengan wajib pajak itu. Jika anggota menyiapkan, seperti itu kembalian tahun ini, anggota perlu mengambil langkah-langkah layak untuk memastikan bahwa kesalahan itu tidaklah diulangi.
7. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 7, Knowledge of Error: Administrative Proceedings (Pengetahuan Kesalahan: Cara kerja administrasi)
Jika suatu anggota sedang mewakili suatu wajib pajak di dalam administratifnya untuk suatu kembalian yang berisi suatu kesalahan, maka anggota perlu menginformasikannya kepada wajib pajak itu. Anggota perlu merekomendasikan ukuran yang akan diambil untuk mengoreksinya, yang mungkin diberi dengan lisan. Suatu anggota bukan diwajibkan untuk menginformasikan hal itu mengenakan pajak otoritas maupun mengijinkan untuk melakukannya tanpa ijin tax payer’s, kecuali jika yang diperlukan di depan hukum. Suatu anggota perlu meminta persetujuan tax payer’s untuk menyingkapkan kesalahan kepada pajak authority.
8. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 8, Form and Content of Advice to Taxpayers (Format dan isi nasihat pada klien)
Suatu anggota perlu menggunakan pertimbangan untuk memastikan bahwa petunjuk pajak yang disajikan ke suatu wajib pajak mencerminkan kemampuan/ wewenang profesional dan sewajarnya melayani kebutuhan taxpayer’s. Suatu anggota tidaklah diperlukan untuk mengikuti suatu bentuk standar atau petunjuk dalam berkomunikasi lisan atau tertulisdalam memberi petunjuk kepada suatu wajib pajak. Suatu anggota perlu berasumsi bahwa petunjuk pajak yang disajikan ke suatu wajib pajak akan mempengaruhi cara di mana berbagai hal atau transaksi yang akan dipertimbangkan. Oleh karena itu, untuk  semua petunjuk pajak diberikan kepada suatu wajib pajak, suatu anggota perlu mengikuti aturan yang baku dalam Statement on Responsibilities in Tax Services No. 1. Suatu anggota tidak punya kewajiban untuk berkomunikasi dengan suatu wajib pajak ketika pengembangan yang berikutnya mempengaruhi petunjuk yang sebelumnya menyajikan berbagai hal penting, kecuali sedang membantu seorang  wajib pajak di dalam menerapkan prosedur atau rencana yang berhubungan dengan petunjuk menyajikan atau ketika suatu anggota melakukan kewajiban ini dengan persetujuan spesifik.

KODE ETIK KONSULTAN PAJAK
A. Kode Etik IKPI
  1. Kode Etik IKPI adalah kaidah moral yang menjadi pedoman dalam berfikir, bersikap dan bertindak bagi setiap anggota IKPI.
  2. Setiap anggota IKPI wajib menjaga citra martabat profesi dengan senantiasa berpegang pada Kode Etik IKPI.
  3. Kode Etik IKPI juga mengatur sanksi terhadap tidak dipenuhinya kewajiban atau dilanggarnya larangan oleh anggota IKPI.

B. Dalam hal kepribadian 
Konsultan Pajak Indonesia wajib:
  1. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
  2. Patuh pada hukum dan peraturan perpajakan, serta menjunjung tinggi integritas, martabat dan kehormatan profesi Konsultan Pajak.
  3. Melakukan tugas profesi dengan penuh tanggung jawab, dedikasi tinggi dan independen.
  4. Menjaga kerahasiaan dalam menjalankan profesi.

Konsultan Pajak Indonesia dilarang:
  1. Melakukan kegiatan profesi lain yang terikat dengan pekerjaan sebagai pegawai negeri, kecuali dibidang riset, pengkajian dan pendidikan.
  2. Meminjamkan ijin praktik untuk digunakan oleh pihak lain.
  3. Menugaskan karyawannya atau pihak lain yang tidak menguasai pengetahuan perpajakan untuk bertindak, memberikan nasehat dan menangani urusan perpajakan.

C. Dalam hal hubungan dengan teman seprofesi
Konsultan Pajak Indonesia dilarang:
  1. Menarik pelanggan yang diketahui atau patut dapat diketahui bahwa pelanggan tersebut merupakan pelanggan Konsultan Pajak lain.
  2. Membujuk karyawan dari Konsultan Pajak lain untuk pindah menjadi karyawannya.
  3. Menerima pelanggan pindahan dari Konsultan Pajak lain tanpa memberitahukan kepada Konsultan Pajak lain tersebut, dan harus secara jelas dan meyakinkan secara legal bahwa pelanggan tersebut telah mencabut kuasanya dari Konsultan Pajak lain tersebut.

D. Dalam hal hubungan dengan wajib pajak
Konsultan Pajak Indonesia wajib:
  1. Menjunjung tinggi integritas, martabat dan kehormatan dengan memelihara kepercayaan masyarakat; bersikap jujur dan berterus terang tanpa mengorbankan rahasia penerima jasa; dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak boleh menerima kecurangan atau mengorbankan prinsip; mampu melihat mana yang benar, adil dan mengikuti prinsip obyektivitas dan kehatihatian.
  2. Bersikap profesional: senantiasa menggunakan pertimbangan moral dalam pemberian jasa yang dilakukan; senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan dan menghormati kepercayaan masyarakat dan pemerintah; melaksanakan kewajibannya dengan penuh kehati-hatian, dan mempunyai kewajiban mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan.
  3. Menjaga kerahasiaan dalam hubungan dengan Wajib Pajak: Harus menghormati dan menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh selama menjalankan jasanya, dan tidak menggunakan atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali ada hak atau kewajiban legal profesional yang legal atau hukum atau atas perintah pengadilan untuk mengungkapkannya. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf atau karyawan maupun pihak lain dalam pengawasannya dan pihak lain yang diminta nasihat dan bantuannya tetap menghormati dan menjaga prinsip kerahasiaan.

Konsultan Pajak Indonesia dilarang:
  1. Memberikan petunjuk atau keterangan yang dapat menyesatkan Wajib Pajak mengenai pekerjaan yang sedang dilakukan.
  2. Memberikan jaminan kepada Wajib Pajak bahwa pekerjaan yang berhubungan dengan instansi perpajakan pasti dapat diselesaikan.
  3. Menetapkan syarat-syarat yang membatasi kebebasan Wajib Pajak untuk pindah atau memilih Konsultan Pajak lain.
  4. Menerima setiap ajakan dari pihak manapun untuk melakukan tindakan yang diketahui atau patut diketahui melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan. 
  5. Menerima permintaan Wajib Pajak atau pihak lain untuk melakukan rekayasa atau perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perpajakan.

E. Dalam hal publikasi
Konsultan Pajak Indonesia wajib mengikuti ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
  1. Nama kantor konsultan pajak yang dicantumkan pada papan nama adalah sesuai dengan nama yang tercantum dalam ijin praktek dari Menteri Keuangan/Direktur Jenderal Pajak
  2. Pada papan nama harus dicantumkan nomor ijin praktek Konsultan Pajak
  3. Apabila Konsultan Pajak berbentuk persekutuan, Nomor ijin praktek yang harus dicantumkan pada papan nama adalah nomor ijin praktek salah seorang dari anggota persekutuan
  4. Ukuran dan warna papan nama disesuaikan dengan kebutuhan.
  5. Konsultan Pajak Indonesia dilarang memasang iklan untuk mendapatkan pelanggan.

F. Sanksi atas pelanggaran kode etik profesi
Pasal 13 Kode Etik Konsultan Pajak menegaskan :
1. Sanksi terhadap pelanggaran Kode Etik antar lain berupa :
  • Teguran tertulis
  • Pemberhentian sementara
  • Pemberhentian tetap.

2. Sebelum sanksi yang tersebut pada ayat (1) di atas diberikan, anggota IKPI yang bersangkutan harus diberi kesempatan membela diri dalam rapat Majelis Kehormatan dan anggota tersebut dapat disertai oleh sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang anggota IKPI lainnya sebagai pendamping
3. Dalam hal keputusan sanksi pemberhentian tetap, maka keputusan tersebut baru berlaku setelah yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk membela diri di depan Kongres
4. Keputusan Kongres merupakan keputusan final dan mengikat.

KEWAJIBAN KONSULTAN PAJAK MENURUT PASAL 10 PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 98/PMK.03/2005 TANGGAL 13 OKTOBER 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS PMK NOMOR 485/KMK.03/2003 TENTANG KONSULTAN PAJAK INDONESIA
Kewajiban Konsultan Pajak:
a) Konsultan Pajak wajib mematuhi semua peraturan perundang-undangan perpajakan.
b) Konsultan Pajak wajib menyampaikan kepada Wajib Pajak agar melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
c) Dalam mengurus pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan dari Wajib Pajak, setiap Konsultan Pajak wajib:
  • memiliki Izin Praktek Konsultan Pajak yang masih berlaku; dan
  • memiliki Surat Kuasa Khusus dari Wajib Pajak dan Surat Pernyataan dengan bentuk sebagaimana ditetapkan dalam peraturan ini.

d) Konsultan Pajak wajib mematuhi prosedur dan tata tertib kerja yang berlaku di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan dilarang melakukan tindakan-tindakan yang merugikan kepentingan negara.
e) Konsultan Pajak yang telah memiliki Izin Praktek Konsultan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) wajib mengikuti penataran/pendidikan penyegaran perpajakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan/atau Ikatan Konsultan Pajak Indonesia.
f) Konsultan Pajak wajib mematuhi Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga dan Kode Etik Ikatan Konsultan Pajak Indonesia.
g) Konsultan Pajak wajib membuat Laporan Tahunan yang berisi jumlah dan keterangan mengenai Wajib Pajak yang telah diberikan jasa di bidang perpajakan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan ini dan melampirkan fotokopi Sertifikat penataran/pendidikan penyegaran perpajakan sebagaimana dimaksud pada huruf e.
h) Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud pada huruf g disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama akhir bulan April tahun takwim berikutnya.
i) Konsultan Pajak dapat mengajukan permohonan penundaan penyampaian Laporan Tahunan, yang disampaikan secara tertulis untuk paling lama 3 (tiga) bulan."

KASUS PELANGGARAN ETIKA KONSULTAN PAJAK
Konsultan Pajak yang terlibat dalam kasus Dhana Widyatmika ditahan oleh Jaksa Agung Muda Pidana Khusus selaku penyidik. Hendro Tirtawijaya sebagai salah satu konsultan pajak PT Ditax Management Resolusindo tersangka dalam kasus korupsi pajak yang dilakukan oleh Herly Isdiharsono rekan Dhana. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung M Adi Toegarisman mengatakan bahwa penyidik resmi melakukan penahanan setelah beberapa kali memeriksa tersangka Hendro. Menurut Adi, penyidik telah menemukan bukti yang kuat yang menunjukkan keterlibatan Hendro dalam kasus ini. Hendri merupakan rekan dari pegawai pajak Herly Isdiharsono yang diduga sebagai penghubung dengan wajib pajak Johnny Basuki selaku pemilik PT Mutiara Virgo. Selain membagi-bagikan uang, hendro juga diduga turut menerima uang atas jasanya sebagai perantara.
Berdasarkan hasil kajian, pada tahun 2003 dan 2004 pengajuan restitusi PPN Mutiara Virgo tidak dilengkapi dokumen yang memadai. Karena itu tim pemeriksa mengusulkan untuk dilakukan pemeriksaan pajak secara menyeluruh. Berdasarkan hasil pemeriksaan maka terdapat pajak kurang bayar sebesar Rp.82,591 miliar ditambah denda Rp 46,080 miliar. Data ini diberikan Herly kepada Hendro di KPP Jakarta Palmerah pada Agustus 2005. Atas hasil pemeriksaan itu Johnny meminta Hendro agar melakukan pendekatan dan negosiasi untuk mengurangi jumlah pajak. Hendro pun melakukan pendekatan kepada Herly selaku perwakian tim pemeriksa, dan bersepakat untuk mengesampingkan hasil pemeriksaan asalkan ada kompensasi sejumlah uang untuk tim pemeriksa.

Etika Dalam Praktik Akuntansi Sektor Publik

PENGERTIAN AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK
Dari berbagai buku Anglo Amerika, Akuntansi Sektor Publik diartikan sebagai mekanisme akuntansi swasta yang diberlakukan dalam praktik-praktik organisasi publik. Dari berbagai buku lama terbitan Eropa Barat, akuntansi sektor publik disebut akuntansi pemerintah. Dan di berbagai kesempatan disebut juga sebagai akuntansi keuangan publik. Berbagai perkembangan terakhir sebagai dampak keberhasilan penerapan accrual base di Selandia Baru pemahaman ini berubah, akuntansi sektor publik didefinisikan sebagai akuntansi dana masyarakat. Dana masyarakat diartikan sebagai dana yang dimiliki oleh masyarakat bukan individual, yang biasanya dikelola oleh organisasi-organisasi sektor publik, dan juga pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta. Jadi,Akuntansi Sektor Publik dapat didefinisikan sebagai mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen di bawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial, maupun pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta. Intinya organisasi sektor publik adalah organisasi-organisasi yang menggunakan dana masyarakat, sehingga perlu melakukan pertanggungjawaban ke masyarakat, dan mempunyai karakter yang menunjukkan variasi sosial, ekonomi, politik, dan karakteristik menurut undang-undang. Akuntansi sektor publik merupakan bidang akuntansi yang mempunyai ruang lingkup lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen di bawahnya, pemerintah daerah, yayasan, partai politik, perguruan tinggi dan organisasi-organisasi nonprofit lainnya, seperti:

1. Organisasi sektor publik dapat dibatasi dengan organisasi-organisasi yang menggunakan dana masyarakat, sehingga perlu melakukan pertanggungjawaban ke masyarakat. Di Indonesia, Akuntansi Sektor Publik mencakup beberapa bidang utama, yakni:
a. Akuntansi Pemerintah Pusat
b. Akuntansi Pemerintah Daerah
c. Akuntansi Parpol dan LSM
d. Akuntansi Yayasan
e. Akuntansi Pendidikan dan Kesehatan
f. Akuntansi Tempat Peribadatan
2.  Aktivitas yang mendekatkan diri ke pasar tidak pernah ditujukan untuk memindahkan organisasi sektor publik ke sektor swasta.

PROFESI AKUNTAN SEKTOR PUBLIK
Profesi akuntan dengan disiplin akuntansinya dianggap oleh Anglo Amerika sangat mempengaruhi pertumbuhan bisnis di seluruh dunia. Beberapa negara, seperti Rusia dan negara Eropa Timur, yang dulunya tidak terpengaruh, mulai mengalami perubahan yang signifikan dalam bidang akuntansi. Selayaknya suatu bidang ilmu, kekuatan terbesar akuntansi adalah kelemahan utamanya. Uang merupakan alat tukar penengah dan sumber kekayaan, sehingga akuntan dibayar untuk mengembangkan kekayaan orang lain. Keterkaitan profesi ini dengan mata rantai uang yang telah menyebabkan penyebaran yang cepat ke berbagai organisasi. Awalnya profesi akuntansi dimunculkan dalam suatu organisasi Institute of Chartered Accountans yang didirikan pada tahun 1880. Perkembangan ini diperkuat oleh lembaga The Corporate Treasurers and Accounting Institutepada tahun 1885. Dua lembaga ini merupakan bentukan pemerintah daerah. Namun demikian tujuan sebenarnya adalah mempresentasikan akuntansi di perusahaan kota praja. Selanjutnya muncullah organisasi Chartered Institute of Publik Finance and Accounting yang mensertifikasikan para pekerja di sektor publik. Sehingga legitimasi sub disiplin akuntansi sektor publik resmi ada.
Di Inggris pada akhir abad 19, perusahaan didirikan oleh pemerintah kota praja untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Proses pelayanan ini menjadi sektor publik terbesar, di luar sektor pertahanan dan keamanan. Akuntansi di pemerintah daerah atau kota praja disebut “akuntansi sektor publik”. Di pertengahan abad ke 12, dengan pertimbangan efisiensi, perusahaan kota praja disatukan dalam industri nasional dan sistem pelayanan nasional. Kondisi ini justru memperkuat akuntansi sektor publik

Berdirinya Ikatan Akuntan Indonesia mulai memunculkan Kompartemen Akuntan Sektor Publik. Kompartemen ini mewadahi para pekerja bidang akuntansi dan akuntan yang bekerja di organisasi sektor publik. Proses pengembangan profesi bidang akuntansi sektor publik sangat dipengaruhi oleh:
  1. kapasitas dan tujuan kebijakan ekonomi, sehingga aspek budaya, sosial politik ekonomi menjadi dominan.
  2. Orientasi pengelolaan organisasi sektor publik akan mengubah arah pengembangan organisasi akuntansi.
  3. kunci pemecahan permasalahan akuntansi sektor publik adalah penyederhanaan yang logis untuk menciptakan kompleksitas bidang akuntansi sektor publik.

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian: 
1. Prinsip Etika
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota.
Terdapat 6 prinsip-prinsip etika profesi bagi akuntan publik:
a. Tanggung jawab
Dalam melaksanakan tanggungjawabnya, akuntan publik harus peka serta memiliki pertimbangan moral atas seluruh aktivitas yang mereka lakukan.
b. Kepentingan publik
Akuntan publik harus melayani kepentingan publik, meghargai kepentingan publik dan menunjukkan komitmennya pada profesionalisme.
c. Integritas
Akuntan publik harus menunjukkan tanggungjawabnya pada tingat integritas tertinggi.
d. Obyektivitas dan independensi
Akuntan public haruslah mempertahankan obyektivitasnya dan bebas dari konflik dalam melaksanakan tugasnya serta memiliki independensi dalam kondisi apapun.
e. Due Care
Seorang akuntan publik harus memperhatikan standar teknik dan etika profesi dan berusaha untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas jasa yang diberikannya. 
f. Lingkup dan Sifat Jasa
Akuntan publik haruslah memperhatikan prinsip-prinsip dan kode etik profesi dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan disediakannya.

2. Aturan Etika
Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. 

3. Interpretasi Aturan Etika
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.

Akuntan Publik dilarang melakukan 3 (tiga) hal :
  • Dilarang memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan (general audit) untuk klien yang sama berturut-turut untuk kurun waktu lebih dari 3 tahun. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kolusi antara Akuntan Publik dengan klien yang merugikan pihak lain.
  • Apabila Akuntan Publik tidak dapat bertindak independen terhadap pemberi penugasan   (klien), maka dilarang untuk memberikan jasa.
  • Akuntan Publik juga dilarang merangkap jabatan yang tidak diperbolehkan oleh ketentuan perundang-undangan / organisasi profesi seperti sebagai pejabat negara, pimpinan atau pegawai pada instansi pemerintah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau swasta, atau badan hukum lainnya, kecuali yang diperbolehkan seperti jabatan sebagai dosen perguruan tinggi yang tidak menduduki jabatan struktural dan atau komisaris atau komite yang bertanggung jawab kepada komisaris atau pimpinan usaha konsultansi manajemen.


DIMENSI AKUNTABILITAS PUBLIK
Akuntabilitas publik adalah kewajiban agen untuk mengelola sumber daya, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya publik kepada pihak pemberi mandat (prinsipal). Dalam konteks organisasi pemerintah, akuntabilitas publik adalah pemberian informasi atas aktivitas dan kinerja pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Penekanan utama akuntabilitas publik adalah pemberian informasi kepada publik dan konstituen lainnya yang menjadi pemangku kepentingan (stakeholder). Akuntabilitas publik juga terkait dengan kewajiban untuk menjelaskan dan menjawab pertanyaan mengenai apa yang telah, sedang, dan direncanakan akan dilakukan organisasi sektor publik. Akuntabilitas sektor publik yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri dari beberapa aspek. Dimensi akuntabilitas publik yang harus dipenuhi oleh lembaga-lembaga publik tersebut antara lain:
a) Akuntabilitas hukum dan kejujuran
Akuntabilitas hukum dan kejujuran adalah akuntabilitas lembaga-lembaga publik untuk berperilaku jujur dalam bekerja dan mentaati ketentuan hukum yang berlaku. Penggunaan dana publik harus dilakukan secara benar dan telah mendapat otorisasi.
b) Akuntabilitas manajerial
Akuntabilitas manajerial adalah pertanggungjawban lembaga publik untuk melakukan pengelolaan organisasi secara efisien dan efektif. Akuntabilitas manajerial dapat juga diartiakan sebagai akuntabilitas kinerja.
c) Akuntabilitas program
Akuntabilitas program berkaitan dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah organisasi telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal.
d) Akuntabilitas kebijakan
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban lembaga publik atas kebijakan-kebijakan yang diambil. Lembaga-lembaga publik hendaknya dapat mempertanggungjawabkan kebijakan yang telah diterapkan dengan mempertimbangkan dampak di masa depan.
e) Akuntabilitas finansial
Akuntabilitas finansial adalah pertanggungjawaban lembaga-lembaga publik untuk menggunakan uang publik secaea ekonomi, efisien, dan efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana serta korupsi. Akuntabilitas finansial menekankan pada ukuran anggaran dan finansial. Akuntabilitas finansial sangat penting karena pengelolaan keuangan publik akan menjadi perhatian masyarakat.

PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) No. 01 menyebutkan tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Sementara tujuan khusus pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya dengan:
  1. Menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah;
  2. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah;
  3. Menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi;
  4. Menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya;
  5. Menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya;
  6. Menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan pemerintah;
  7. Menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya.

Komponen laporan keuangan pokok:
1. Laporan Realisasi Anggaran
Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah dalam satu periode pelaporan. Laporan Realisasi Anggaran mengungkapkan kegiatan keuangan pemerintah pusat/daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap APBN/APBD.
2. Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan pemerintah mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.
3. Laporan Arus Kas
Menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas pada tanggal pelaporan.
4. Catatan Atas Laporan Keuangan
Menyajikan informasi mengenai penjelasan dari setiap akun yang terdapat pada laporan keuangan perusahaan.
Komponen laporan keuangan tersebut disajikan oleh setiap entitas pelaporan, kecuali Laporan Arus Kas yang hanya disajikan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan (Bendahara Umum Negara/Daerah). Selain menyajikan laporan keuangan pokok, entitas pelaporan diperkenankan menyajikan:
a. Laporan Kinerja Keuangan
Disajikan oleh entitas yang menerapkan basis akrual. Laporan Kinerja Keuangan sekurang-kurangnya menyajikan pos-pos sebagai berikut:
  • Pendapatan dari kegiatan operasional;
  • Beban berdasarkan klasifikasi fungsional dan klasifikasi ekonomi;
  • Surplus atau defisit.

b. Laporan Perubahan Ekuitas
Dalam Laporan Perubahan Ekuitas sekurang-kurangnya hanya disajikan pos-pos:
  • Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran;
  • Setiap pos pendapatan dan belanja serta totalnya seperti diisyaratkan dalam standar-standar lainnya, yang diakui secara langsung dalam ekuitas;
  • Efek kumulatif atas perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan yang mendasar diatur dalam suatu standar terpisah.

AUDIT KINERJA SEKTOR PUBLIK
Akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan pemerintah pusat maupun daerah sebagai organisasi sektor publik merupakan tujuan penting dari reformasi akuntansi dan administrasi sektor publik. Seiring dengan tuntutan masyarakat agar organisasi sektor publik meningkatkan kualitas, profesionalisme dan akuntabilitas publik dalam menjalankan aktivitasnya, diperlukan audit yang tidak hanya terbatas pada keuangan dan kepatuhan saja, tetapi perlu diperluas dengan melakukan audit terhadap kinerja sektor publik.

Audit yang dilakukan pada sektor publik pemerintah berbeda dengan yang dilakukan pada sektor swasta. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan latar belakang institusional dan hukum, dimana audit sektor publik pemerintah mempunyai prosedur dan tanggung jawab yang berbeda serta peran yang lebih luas dibanding audit sektor swasta. Secara umum, ada tiga jenis audit dalam audit sektor publik, yaitu audit keuangan (financial audit), audit kepatuhan (compliance audit) dan audit kinerja (performance audit). Audit keuangan adalah audit yang menjamin bahwa sistem akuntansi dan pengendalian keuangan berjalan secara efisien dan tepat serta transaksi keuangan diotorisasi serta dicatat secara benar. Audit kepatuhan adalah audit yang memverifikasi/memeriksa bahwa pengeluaran-pengeluaran untuk pelayanan masyarakat telah disetujui dan telah sesuai dengan peraturan undang-undang. Audit yang ketiga adalah audit kinerja yang merupakan perluasan dari audit keuangan dalam hal tujuan dan prosedurnya. Audit kinerja memfokuskan pemeriksaan pada tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi yang menggambarkan kinerja entitas atau fungsi yang diaudit.

Audit sektor publik tidak hanya memeriksa serta menilai kewajaran laporan keuangan sektor publik, tetapi juga menilai ketaatan aparatur pemerintahan terhadap undang-undang dan peraturan yang berlaku. Disamping itu, auditor sektor publik juga memeriksa dan menilai sifat-sifat hemat (ekonomis), efisien serta keefektifan dari semua pekerjaan, pelayanan atau program yang dilakukan pemerintah. Dengan demikian, bila kualitas audit sektor publik rendah, akan mengakibatkan risiko tuntutan hukum (legitimasi) terhadap pejabat pemerintah dan akan muncul kecurangan, korupsi, kolusi serta berbagai ketidakberesan.

Kualitas audit sektor publik pemerintah ditentukan oleh kapabilitas teknikal auditor dan independensi auditor. Kapabilitas teknikal auditor telah diatur dalam standar umum pertama, yaitu bahwa staf yang ditugasi untuk melaksanakan audit harus secara kolektif memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk tugas yang disyaratkan, serta pada standar umum yang ketiga, yaitu bahwa dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Independensi auditor diperlukan karena auditor sering disebut sebagai pihak pertama dan memegang peran utama dalam pelaksanaan audit kinerja, karena auditor dapat mengakses informasi keuangan dan informasi manajemen dari organisasi yang diaudit, memiliki kemampuan profesional dan bersifat independen. Untuk meningkatkan sikap independensi auditor sektor publik, maka kedudukan auditor sektor publik harus terbebas dari pengaruh dan campur tangan serta terpisah dari pemerintah, baik secara pribadi maupun kelembagaan.